Page 181 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 181

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN



                                                   rencana BO (Budi Utomo) dan Paguyuban Pasundan belakangan ini
                                                   adalah untuk menarik wakil-wakilnya dari dewan dan badan lainnya,
                                                   jika ordonansi itu dipertahankan. Hal ini dijadikan sebagai pernyataan
                                                   kepedulian terhadap hak pendidikan bagi rakyat Indonesia. 369
                                                         Setelah dilakukannya diskusi lebih lanjut pada 7 Februari 1933,
                                                   pemerintah memperhatikan usul yang meminta untuk menunda
                                                   sementara ordonansi sekolah liar. Pada 4 Februari 1933, Gubernur
                                                   Jenderal mengeluarkan konsep ordonansi yang berisikan sejumlah
                                                   pasal yang lebih lunak guna menghindari isu politik, serta melaporkan
                                                   Memori van Toelichting untuk masa persidangan berikutnya. Langkah
                                                   tersebut diikuti oleh manifesto Ki Hajar Dewantara untuk menunda
                                                   kampanye perlawanan pasif, tetapi ia meminta rekan-rekannya untuk
                                                   tetap waspada dan melawan dengan tegas ordonansi yang mengancam
                                                   pendidikan rakyat tersebut. 370
                                                         Pada pertengahan sidang kedua di tahun  1932, muncul
                                                   tanda-tanda yang mengarah pada suatu perbaikan. Reorganisasi
                                                   PPPKI dilakukan oleh Thamrin dan Sukarno yang pada waktu itu
                                                   termasuk kepada golongan nonkooperatif, dan sedang menjadikan
                                                   Partindo sebagai instrumen yang lebih kuat daripada PNI. Harapan
                                                   dan aspirasinya adalah untuk menyatukan organisasi politik yang
                                                   kooperatif dan yang nonkooperatif ke dalam program perlawanan
                                                   pasif, kapan saja kepentingan murni rakyat menjadi taruhan, dan
                                                   siasat itu sedikit banyak berhasil. Strategi ini akan dilanjutkan, dan
                                                   bahkan diperkuat jika mereka diproyeksikan untuk melawan kaum
                                                   kolonial rasialis dengan kepentingan sosial, politik, dan ekonomi yang
                                                   berbenturan. Selanjutnya, Fraksi Nasional melanjutkan perannya yang
                                                   menonjol dalam kehidupan politik Indonesia.
                                                         Otto Iskandar Dinata, yang ketika itu menjadi petinggi
                                                   Pasundan, memimpin PPPKI, sementara Suroso bertugas di Persatuan
                                                   Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN). Selanjutnya, BO, yang diwakili oleh
                                                   Kusumo Utoyo, Dwiyosewoyo, Sukarjo Wiropranoto, dan Wiwoho
                                   Ilustrasi yang   Purbohadijoyo, merupakan anggota dengan pandangan Islam yang
                                menggambarkan      moderat di bidang kepemudaan. Dua orang berorientasi progresif,
                            akhir dari perdebatan
                              di dalam Volksraad   yaitu Muchtar bin  Prabu Mangku  Negara  yang mewakili  kaum
                              mengenai anggaran    aristrokrat Sumatra, dan Abdul Firman gelar Maharaja Soangkupon
                                    pendidikan.
                                [Sumber: Bataviaasch   yang mewakili komunitas Batak. Sam Ratu Langie, wakil dari Minahasa
                            nieuwsblad, 21 Agustus 1937]  yang mumpuni, meski tidak pernah menjadi anggota fraksi secara


                                                   369  Handelingen Volksraad 1932-1933, hlm. 2196
                                                   370  Oetoesan Hindia, 2 Maret 1933




                                       dpr.go.id   178





         A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd   178                                                               11/18/19   4:50 AM
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186