Page 424 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 424
K omite Nasional Indonesia Pusa t
1945 – 1949
a. Tujuan KMB adalah untuk mempercepat penyerahan
kedaulatan penuh secara sungguh-sungguh dan tanpa syarat
kepada RIS, yang dapat terlaksana sebelum bulan Januari
1950;
b. Delegasi RI menolak segala perjanjian yang bersifat campur
tangan pihak luar dalam urusan internal RIS, karena hal ini
berarti mengurangi kedaulatan RIS;
c. Usaha kerja sama antara RIS dan Belanda harus didasarkan
pada sifat sukarela antara dua negara yang berdaulat; dan
d. Hubungan dengan negara-negara dalam Bijeenkomst voor
Federal Overleg (BFO) atau Permusyawaratan Negara Federal
dipelihara dengan sebaik-baiknya. Baik delegasi RI maupun
delegasi BFO bersama-sama menghadapi Belanda di dalam
Menteri KMB. 669
Kehakiman Menanggapi hal ini, BP KNIP menerima keterangan pemerintah
Susanto dan mendukung segala hal yang dianggap perlu dalam KMB.
Tirtoprojo juga 3. Sidang BP KNIP 27 Oktober 1949
menyampaikan Sidang BP KNIP kali ini dilaksanakan secara tertutup. Anggota
keterangannya KNIP yang ikut sebagai delegasi RI ke KMB, yaitu Suyono Hadinoto dari
PNI, memberikan keterangannya. Suyono tidak mengikuti KMB sampai
tentang KMB. selesai karena sudah harus kembali ke Indonesia pada tanggal 20
Oktober. Menteri Kehakiman Susanto Tirtoprojo juga menyampaikan
keterangannya tentang KMB. Mendengar perkembangan KMB dari
laporan-laporan yang ada, sebagian anggota BP KNIP, terutama mereka
yang berasal dari kelompok Sayap Kiri, menyatakan ketidakpuasannya.
Mereka beranggapan bahwa hasil-hasil KMB memberikan konsesi-
konsesi baru kepada Belanda, yang kembali merugikan RI. Pokok-pokok
kerugian RI, berdasarkan pendapat kelompok Sayap Kiri dalam BP
KNIP, adalah sebagai berikut:
a. Hutang-hutang warisan Belanda;
b. Perlindungan bagi kepentingan ekonomi penjajah di
Indonesia;
c. Penundaan persoalan Irian Barat berarti masih ada
kolonialisme di Indonesia;
d. Kerjasama Indonesia-Belanda dianggap sebagai kolonialisme
bentuk baru dalam bentuk kebudayaan; serta
e. Pemerintah dianggap telah menaikkan BFO ke tingkat
internasional 670
669 Pemandangan, 24 Oktober 1949 dalam Deliar Noer dan Akbarsyah, 2005, Op.Cit., hlm. 239
670 Mohammad Hatta, 1979, Memoir (Jakarta, Tintamas), hlm. 559
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 423
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 05 CETAK.indd 423 11/18/19 4:53 AM