Page 426 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 426
K omite Nasional Indonesia Pusa t
1945 – 1949
5. Sidang BP KNIP 23 November 1949
Sidang ini membahas mengenai prosedur pelaksanaan
Sidang Pleno KNIP. Selain itu, sidang juga membahas RUU tentang
penyempurnaan susunan KNIP yang menambahkan anggota
perwakilan partai politik, terutama partai yang belum mempunyai wakil
dalam BP maupun KNIP. Sidang juga membahas mengenai kuorum
Sidang Pleno dan membahas PP No. 6 tahun 1949 tentang kuorum
sidang berpatokan pada jumlah total anggota KNIP sebanyak 510 orang.
Sidang ini memutuskan bahwa kuorum yang ada pada PP No. 6 tahun
1949 tidak lagi menjadi patokan karena situasi darurat. Dalam pedoman
Dalam sidang baru, anggota yang dihitung untuk kuorum adalah anggota yang nyata
lanjutan BP KNIP ada sesuai laporan tim pembaharuan susunan KNIP terdahulu. Namun,
presentase kuorum sejumlah dua per tiga dari anggota yang ada tetap
ini, PM Hatta digunakan dalam Sidang Pleno KNIP yang akan datang.
memberikan
keterangan 6. Sidang BP KNIP 24 – 25 November 1949
tentang jalannya Dalam sidang lanjutan BP KNIP ini, PM Hatta memberikan
keterangan tentang jalannya perundingan dan pokok-pokok politik
perundingan dan pemerintah, hingga tercapai hasil KMB. Menurut PM Hatta, sebagian
pokok-pokok politik anggota BP KNIP yang tidak setuju dengan KMB lebih karena
pemerintah ketidaktahuannya tentang KMB. Menurut Hatta, pemerintah telah
mencoba untuk membawa rakyat Indonesia kepada kemerdekaan yang
sepenuhnya yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Tetapi, kemerdekaan itu tidak dapat dilakukan secara serta-merta,
melainkan secara bertahap. PM Hatta menyebutkan kembali pokok
perjuangan RI dalam perundingan dengan Belanda, yaitu pengakuan
kedaulatan yang dilakukan secara setahap demi setahap.
Hatta juga mengingatkan dalam sidang BP KNIP untuk tidak
menghujat saudara-saudara sesama Indonesia yang berpihak pada
BFO, sebab pertentangan sebangsa harus dijauhi karena hasil-hasil
yang diperoleh dalam KMB tidak terlepas dari kerja sama yang
erat antara delegasi RI dengan BFO. Kedua delegasi bersatu padu
menghadapi permasalahan-permasalahan dalam KMB.
Mengenai Irian Barat, Hatta berpandangan bahwa sikap Belanda
akan membawa kerugian bagi Belanda sendiri, karena cepat atau
lambat Irian Barat harus diberikan haknya untuk menentukan nasib
sendiri. Tetapi, jika RI tetap meminta Irian Barat sebagai bagian dari
kedaulatan, konflik dengan Belanda tidak akan selesai.
Kemudian, mengenai Uni Indonesia-Belanda dalam RIS, Hatta
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 425
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 05 CETAK.indd 425 11/18/19 4:53 AM