Page 44 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 44
Volk sr aad 1918 – 1931
tergolong sebagai Vreemde Oosterlingen (Timur Asing). Setengahnya,
dipilih oleh dewan-dewan lokal. 78
Dalam sidang-sidang pertama, tribun untuk publik sering kosong.
Suasana persidangan tampak hangat dan seru setelah banyak lontaran
kritik dari para anggota Bumiputra, sehingga kemudian barulah
membangunkan perhatian para wakil golongan Eropa. Kebanyakan
dari mereka bereaksi atau mengejek orang-orang Bumiputra yang
79
vokal. Kaum komunis dan mereka yang berasal dari Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV), serta berbagai pemimpin Sarekat
Meskipun berada Islam yang berorientasi kiri, sudah sejak pembentukan dewan itu
menentangnya. Dewan itu hanya sebuah “permainan boneka”, sebuah
di tengah-
“komedi omong”. Itulah dua nama ejekan yang sering diberikan kepada
tengah kritik dari Volksraad oleh mereka. Jumlah kaum nasionalis yang meragukan
kelompok kiri manfaat dewan itu cepat meningkat pada awal dekade 1920-an. 80
dan menghadapi Meskipun berada di tengah-tengah kritik dari kelompok kiri
dan menghadapi berbagai persoalan lainnya, Volksraad tetap bekerja
berbagai persoalan
secara efektif dan memiliki berbagai afdeling (bagian). Afdeling di
lainnya, Volksraad Volksraad pada periode ini terdiri atas Afdeling I dengan ketua Dr.
tetap bekerja J.C. Koningsberger, Afdeling II dengan ketua R.A.A. Jayadiningrat, dan
secara efektif dan Afdeling III dengan ketua Mr. W.M.G. Schuman. 81
Pada bulan-bulan pertama kegiatan Volksraad, mereka
memiliki berbagai
menghadapi persoalan kontroversial yang mengancam keutuhan
afdeling (bagian). lembaga tersebut. Persoalan yang mereka hadapi adalah tentang
bahasa resmi yang digunakan di dalam Volksraad. Dalam konteks itu,
pada 25 Mei 1918, yaitu pada sidang hari kedua, para wakil Budi Utomo
bersama dengan anggota Volksraad lainnya mengajukan mosi, antara
lain menuntut supaya bahasa Melayu tidak dikesampingkan. Berbeda
dengan usul Jayadiningrat, Van Hinloopen Labberton mengajukan usul
yang sedikit berbeda. Labberton tidak secara khusus menyebutkan
bahasa Melayu, melainkan sekedar menganjurkan untuk menggunakan
juga “salah satu bahasa pribumi”. Laporan mosi tersebut ditandatangani
oleh Van Hinloopen Labberton, Cipto Mangunkusumo, dan Whitlau. 82
Pada 28 Mei 1918, Jayadiningrat dan Van Hinloopen Labberton
menyampaikan sebuah mosi supaya baik bahasa Melayu dan Belanda
ditetapkan sebagai bahasa resmi Volksraad. Jayadiningrat, dalam
rapat Volksraad 1918, mengusulkan penggunaan bahasa Melayu di
78 Ibid.
79 Van Miert, Op.Cit., hlm. 179
80 Ibid., hlm. 180
81 Handelingen Volksraad, Eerste Gewone Zitting 1918, hlm. 6
82 Zitting Volksraad 1918 – 2-5, Gedrukt stuk No. 2
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 39
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 02A CETAK.indd 39 11/18/19 4:48 AM