Page 180 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 180
V OLK SR AAD PERIODE 1931 – 1942
3.5. Peristiwa-Peristiwa Penting
3.5.1 Sengketa Irian Barat.
Indonesia memilih tidak sepakat dan menghendaki agar seluruh
wilayah bekas jajahan Hindia Belanda diserahkan seluruhnya. Lantaran
tidak dapat dicapai suatu titik temu, Konferensi Meja Bundar (KMB)
memutuskan bahwa masalah Papua bagian barat akan diselesaikan
dalam waktu satu tahun ke depan. Namun, sampai dengan 12
211
tahun berselang, pembahasan itu cenderung tidak pernah muncul
ke permukaan untuk dibahas lagi . Sampai pada akhirnya, Amerika
212
Serikat yang justru terkesan paling bernafsu membicarakan status
kepemilikan atas Papua bagian barat dengan mendesak pihak-pihak
yang bersengketa untuk duduk di meja perundingan. Amerika bahkan
menawarkan diri sebagai penengah dan menyediakan tempat yang
dianggap “netral” untuk membicarakan masalah tersebut. Indonesia
dan Belanda, atas desakan Amerika, akhirnya bertemu kembali di satu
meja. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Adam Malik, sedangkan
Belanda mengirimkan utusan Dr. Jan Herman van Roijen. Diplomat
AS, Ellsworth Bunke, bertindak sebagai penengah dalam perundingan.
Inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York ini
Berdasarkan adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua bagian barat kepada
usul dari Dewan Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963. 213
Pertimbangan Berdasarkan usul dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
Agung (DPA), Presiden Soekarno membuat pengumuman bahwa dalam pidato 17
Agustus 1960 mengenai pemutusan hubungan diplomatik antara R.I.
Presiden Soekarno dengan negeri Belanda. Pada bulan Agustus tersebut, pimpinan DPR-
membuat GR mengusulkan pada bagian Komisi Luar Negeri untuk mengadakan
pengumuman musyawarah internal anggota maupun dalam berbagai agenda
bahwa dalam rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri. Pada Intinya yang menjadi
perhatian pembicaraan dalam musyawarah dan rapat-rapat tersebut
pidato 17 Agustus adalah berhubungan dengan pemutusan hubungan diplomatik antara
1960 mengenai Indonesia dan Belanda. Hal tersebut memerlukan usaha-usaha untuk
pemutusan lebih meningkatkan lagi solidaritas masyarakat dan rakyat-rakyat
Asia-Afrika, khususnya dalam membantu perjuangan Bangsa Indonesia
hubungan
mengenai penyelesaian masalah Irian barat lewat forum PBB. Selain itu,
diplomatik antara hal ini juga bertujuanuntuk merespons tindakan Belanda yang dengan
R.I. dengan negeri
211 Amarulla Octavian, Militer Dan Globalisasi: Studi Sosiologi Militer Dalam Konteks Globalisasi Dan
Belanda. Kontribusinya Bagi Transformasi Tni, Jakarta:UIP, 2012, hal.139.
212 Siswanto, Diplomasi Belanda dan Indonesia dalam sengketa Irian Barat,1949-1950: Sebuah Kajian
Historis, 2016: hal 65-72
213 Richard chauvel, Constructing Papuan Nationalism: Constructing Papuan Nationalism: History,
Ethnicity, And Adaptation ,Washington, D.C.: East-West Center, 2005, hal. 30.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 175
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018