Page 225 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 225
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
meniadakan PKI itu sendiri. Keinginan tersebut bukan semata-mata
perbedaan, tetapi persoalan fundamental sehingga meniadakan
ideologi dengan kelompok organisasinya dan menghilangkan inti
dasar sumber konflik.
Persoalan Malaysia sebagai boneka Inggris bagi Soekarno,
Mohammad Achadi mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh
274
Soekarno kepadanya, dari hasil wawancara Nur Hasanah, sebagai
berikut: 275
“lalu perkembangan yang aktif lagi adalah
dwikora, Bung Karno punya ide antara Indonesia,
Malaysia, dan Filipina adalah satu rumpun maka
harus disatukan menjadi MAPHINDO ( Malaysia,
Pilipina dan lndonesia), sehingga Indonesia tidak
sendirian akan tetapi ada MAPHINDO tersebut.
Akan tetapi Inggris menganggap ini membahayakan
karena Inggris bisa kehilangan Malaya dan Amerika
akan kehilangan Filipina. Dari situasi muncul
nama Malaysia. Malaysia adalah Sabah, Serawak,
Singapura, dan Malaya. Atas tindakan Inggris
tersebut Bung Karno memprotes dan mengadakan
gerakan membubarkan Malaysia, karena oleh
Bung Karno, Inggris telah dianggap memotong
MAPHINDO. Protes tersebut diwujudkan dengan
bentuk DWIKORA (Dua Komando satu bargen
manusia dukung Malaya dan Kalimantan Utara
Merdeka). Dengan adanya putusan tersebut Inggris
dan Amerika kebakaran jenggot, sebab Malaysia
dan Singapura adalah pangkalan mereka di Asia
Tenggara. Kalau itu sampai lepas dan direbut
oleh kekuatan yang menyambung Indonesia maka
mereka bisa kehilangan. Dan dari sini Bung Karno
Persoalan dijauhkan dari kancah politik Asia dan Internasional
oleh Aliansi Amerika, Inggris, Soviet dan PBB. 276
Malaysia
Kutipan langsung tersebut terdeskripsikan bahwa Presiden
sebagai boneka Soekarno berpendirian bahwa negara Malaysia adalah Negara Boneka
Inggris yang didirikan oleh Inggris untuk melanggengkan neokolonialisme,
bagi Soekarno,
274 Mohammad Achdi adalah mantan Menteri Transmigrasi dan Koperasi di era terakhir dari
Demokrasi Terpimpin dari Kabint Dwikora, 1964-1966.
275 Hasanah, Op. Cit., hlm., 104.
276 Ibid.
dpr.go.id 222