Page 298 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 298
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
tersebut dalam panitia musyawarah atau menjalankan
kebijaksanaan lain untuk mencapai kata mufakat.
5. pembicaraan tingkat V dalam rapat pleno terbuka mencakup:
pembacaan rumusan pimpinan mengenai pembicaraan
tingkat IV;
pembacaan kata akhir oleh wakil setiap golongan;
pemerintah menyampaikan sambutan atau tanggapan atas
rumusan keputusan RUU yang sedang dibahas;
akhirnya DPR-GR mengambil keputusan.
Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi (1966-1967),
DPR-GR membuat keputusan untuk membentuk 2 buah panitia.
Dalam rangka
Pertama, Panitia Politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam
menanggapi situasi berbagai masalah bidang politik. Kedua, Panitia Ekonomi, Keuangan,
masa transisi dan Pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan
(1966-1967), DPR- serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah
pemecahannya. Hal yang berkaitan dengan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
GR membuat
dan APBN ditangani oleh Panitia Ekonomi ini.
417
keputusan untuk
membentuk 2 buah 5.3 PERSIDANGAN-PERSIDANGAN
panitia. DPR-GR
Selama DPR-GR bertugas (1960-1965) pada masa Demokrasi
Terpimpin, dewan ini telah melakukan beberapa kali sidang Pleno. Tata
cara sidang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR No.
28, yang mengatur ketentuan-ketentuan umum tentang rapat-rapat,
persidangan, perundingan, cara mengambil keputusan, risalah DPR,
cara mengubah rapat-rapat yang sudah ditetapkan dan peninjauan. 418
Dengan tata cara yang berlaku tersebut, tahun sidang DPR-GR
tiap tahunnya dimulai pada tanggal 15 Agustus dan akan berakhir
pada tanggal 14 Agustus pada tahun berikutnya (sebagai contoh: 15
Agustus 1960-14 Agustus 1961). Dalam setiap tahun sidang, DPR-GR
sekurang-kurangnya mengadakan dua (2) kali persidangan. Pada
setiap awal persidangan, Presiden memberikan amanat di hadapan
DPR-GR. Dalam persidangan-persidangan DPR-GR ini sangat terasa
pengaruh pemikiran-pemikiran Presiden Sukarno. Banyak surat dari
Presiden yang masuk ke DPR-GR untuk disidangkan dan mendapatkan
pengesahan, sehingga DPR-GR dikenal sebagai ‘juru stempel’
pengesahan Undang-Undang saja.
419
417 Ibid.
418 Diah Irawati, op.cit., hlm. 84
419 Ibid. hlm. 84-85
dpr.go.id 296