Page 366 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 366
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
harus dipilih sendiri oleh DPR-GR, dan pimpinan DPR-GR tidak
perlu menggunakan sebutan jabatan Menko/Menteri. Menanggapi
usul itu DPR-GR memutuskan, (a) Pimpinan DPR-GR demisioner, (b)
mengangkat caretaker pimpinan DPR-GR yang terdiri dari H.A Syaichu,
Laksda (L) Mursalin D.M dan Brigjen Sjarif Thayeb. Pimpinan DPR-GR
definitif kemudian terpilih dalam sidang pleno DPR-GR tanggal 17
Mei 1966 yang terdiri atas, Ketua DPR-GR adalah H.A. Syaichu dari
golongan Islam, dan empat Wakil Ketua DPR, antara lain Mh. Isnaeni
(golongan Nasionalis), Drs. Ben Mang Reng Say (golongan Kristen
Katolik), Laksda (L) Mursalin D.M. (golongan karya), dan Brigjen Sjarif
Thayeb (golongan karya).
535
Ketua DPR-GR, H. Achmad Syaichu, dalam sebuah wawancara
dengan kantor berita Yugoslavia, “tanjug” Branko Savic di Jakarta, 18
Mei 1966 mengatakan bahwa ada tiga hal pokok yang menjadi pusat
perhatian DPR-GR. Pertama, menyusun Rancangan Undang-Undang
536
Pemilihan Umum, kedua, mencari suatu pemecahan mengenai susunan
MPRS, dan ketiga, meninjau kembali persoalan wakil-wakil dalam DPR-
Dalam GR. Akan tetapi, tindakan pertama yang akan diamati oleh DPR-GR ialah
hubungannya membuat dan mengajukan saran-saran berkenaan dengan pengisian
120 kursi yang lowong dalam MPRS yang timbul sebagai akibat dari
dengan pengkhianatan oknum-oknum PKI beserta antek-anteknya. DPR-GR
pelaksanaan UUD dalam waktu dekat juga akan membicarakan masalah lowongnya 67
’45, Ketua DPR-GR kursi DPR-GR. Persoalan ini akan dipecahkan melalui saran-saran
Achmad Syaichu golongan-golongan partai politik dan golongan karya yang terdapat
dalam DPR-GR.
juga menekankan Dalam hubungannya dengan pelaksanaan UUD ’45, Ketua
bahwa kedudukan DPR-GR Achmad Syaichu juga menekankan bahwa kedudukan wakil
presiden RI masih kosong. Sejak Moh. Hatta mengundurkan diri dari
wakil presiden RI pemerintahan, jabatan wakil presiden RI ini kosong. Hal tersebut
masih kosong. erupakan hak MPRS untuk menunjuk seorang wakil presiden. Selain
itu, lebih lanjut mengenai kemungkinan diselenggarakannya pemilihan
umum pada masa yang akan datang, diharapkan secepat mungkin
rancangan Undang-Undang Pemilu dapat tersusun sehingga pemilihan
umum bisa dilaksanakan pada tahun 1967.
Sejak tanggal 15 November 1966, DPR-GR berjalan tanpa
PKI. Melalui Keputusan Pimpinan DPR-GR No. 31/Pimp/III/65-66
tanggal 7 Mei 1966 sebanyak 62 anggota DPR-GR dianggap berhenti
dan sekaligus diberhentikan pula uang kehormatan dan lain-lainnya.
Terhadap mereka yang dianggap berhenti itu, khusus dari PKI dan
535 Aisyah Aminy, Op.Cit, hlm. 170.
536 Angkatan Bersendjata, 19 Mei 1966.
dpr.go.id 366