Page 52 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 52
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
dan PKI (untuk komunisme) menjadi representasi konsep Soekarno
yang diharapkan akan bersama berperan dalam pemerintahan di segala
tingkatan. Ricklefs menyebutnya sebagai sistem yang didasarkan pada
koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa. 61
Setengah bulan sebelumnya, Presiden juga telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 23 tahun
1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya sekaligus mencabut Undang-
Undang no. 74 tahun 1957 tentang Pencabutan “Regeling of de Staat
van Oorlog en van Beleg” dan Penetapan “Keadaan Bahaya”.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 23
tahun 1959 ini membagi keadaan darurat menjadi tiga, yaitu (1) darurat
sipil; (2) darurat militer; dan (3) darurat perang. Keadaan darurat
ditentukan apabila (1) keamanan atau ketertiban hukum di seluruh
wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam
oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau bencana alam
sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan
secara biasa; (2) timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan
perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apa pun
Secara teoretis, juga; (3) hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-
keadaan darurat keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang
dapat membahayakan hidup negara.
atau bahaya yang Penjelasan undang-undang tersebut menyatakan bahwa
menuntut negara undang-undang keadaan bahaya merupakan suatu peraturan yang
untuk mengambil menentukan bagaimana batas-batas kekuasaan yang harus diberikan
tindakan sesegera dalam keadaan-keadaan tertentu, supaya penguasa yang bertanggung
jawab dapat melakukan tugasnya dengan saksama, dan supaya ada
mungkin dan pegangan jelas bagi penguasa-penguasa dalam keadaan bahaya, serta
meminimalkan risiko ada ketentuan yang dapat dipegang oleh rakyat, agar penguasa tidak
yang terjadi bisa saja begitu saja dapat memakai kekuasaan-kekuasaan dan dengan cara
membuat negara bisa yang tidak selayaknya. 62
Secara teoretis, keadaan darurat atau bahaya yang menuntut
mengurangi sebagian negara untuk mengambil tindakan sesegera mungkin dan meminimalkan
dari hak asasi risiko yang terjadi bisa saja membuat negara bisa mengurangi
manusia. sebagian dari hak asasi manusia. Akan tetapi, negara tetap tidak boleh
mengurangi sedikit pun hak dasar manusia (non derogable rights).
Oleh karena itu, dalam perspektif hukum, hukum tata negara darurat
61 Ricklefs, Op. Cit., 556
62 Lihat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang
Pencabutan Undang-Undang No. 74 Tahun 1957 (Lembaran Negara No. 160 Tahun 1957) dan
Penetapan Keadaan Bahaya. Lihat juga Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya
dpr.go.id 46