Page 63 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 63
D ARI DPR HA SIL PEMIL U 1955
KE DPR -GR
menabrak konstitusi untuk (1) menghentikan pelaksanaan tugas dan
pekerjaan anggota-anggota DPR; (2) akan melakukan pembaharuan
susunan DPR dalam waktu singkat; (3) memberlakuan penetapan
presiden mengenai dua hal di atas pada hari itu juga, tanggal 5 Maret
1960.
Keluarnya penetapan presiden ini tentu saja sangat tidak diduga
oleh DPR sehingga menimbulkan tanda tanya di kalangan wakil rakyat.
Dua hari kemudian DPR segera mengadakan rapat pleno tertutup
untuk mendengarkan keterangan Ketua DPR, Mr. Sartono, tentang
dikeluarkannya Pen-Pres nomor 3 tahun 1960 tersebut.
Menurut Sartono, yang dimaksud dengan diktum “penghentian
pelaksanaan tugas dan pekerjaan anggota-anggota DPR” sebagaimana
tercantum dalam Pen-Pres nomor 3 tahun 1960, bukan berarti “DPR
dibubarkan” melainkan hanya “pelaksanaan tugas dan pekerjaan” DPR
yang dihentikan. Selain itu, di dalam Penetapan Presiden nomor 1 tahun
1959 pasal 1 ditetapkan bahwa “sementara DPR belum tersusun menurut
undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 undang-
undang dasar maka DPR yang dibentuk berdasarkan UU nomor 7 tahun
1953 menjalankan tugas DPR menurut UUD 1945”. Mengingat penetapan
presiden ini, pemerintah tidak mungkin dapat membubarkan DPR
sebelum ada perubahan dalam Penetapan Presiden nomor 1 tahun 1959.
Apalagi dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 disebutkan bahwa
“segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut UUD itu”. Jadi, tanpa Pen-
Pres nomor 1 tahun 1959 pun, DPR yang sudah bertugas sejak tanggal
22 Juli 1959 sudah menjalankan tugas DPR menurut UUD 1945 sehingga
Keluarnya tidak mungkin dapat dibubarkan pemerintah. 81
penetapan presiden Sartono juga menyatakan bahwa apa yang dituduhkan atau
ini tentu saja disangkakan kepada DPR oleh pemerintah sebagaimana tercantum
dalam konsideran Pen-Pres nomor 3 tahun 1960 yang berbunyi:
sangat tidak diduga “menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan
oleh DPR sehingga dan keselamatan negara, nusa dan bangsa serta menghambat lancarnya
menimbulkan pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur”,
tanda tanya di merupakan pernyataan yang tidak adil. Menurut Sartono, sejak
bulan Juli 1959 parlemen telah berupaya menunjukkan goodwill-nya,
kalangan wakil yaitu selalu mengusahakan adanya musyawarah untuk mencapai
rakyat. kompromi sebaik-baiknya dengan berpedoman pada asas pikiran
81 Hardiman, Op. Cit., hlm. 238
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 57
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018