Page 68 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 68

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                 BERPARLEMEN



                                                       Dalil lain yang dijadikan dasar bagi NU, sebagaimana dikatakan
                                                  Saifuddin Zuhri, adalah “Ma la yudraku kulluhu la yutraku ba’dhuhu”
                                                  (Apa yang tidak dapat diraih 100 persen, sebagian yang dapat diraih
                                                  jangan dilepaskan). 89
                                                       Penerimaan NU tersebut bukan serta merta berlangsung mulus
                                                  begitu saja. Awalnya NU bereaksi keras atas tindakan presiden yang
                                                  dianggap menyimpang dari pelaksanaan demokrasi saat membubarkan
                                                  DPR. Apalagi NU tetap bersikukuh menolak bekerja sama dengan
                                                  PKI untuk mengikuti konsep nasakom (nasional – agama – komunis)
                                                  sebagaimana diinginkan Soekarno. Hanya karena menghargai upaya
                                                  yang telah dilakukan oleh Ketua PB NU di Tampaksiring dan keinginan
                                                  memperjuangkan bertambahnya perwakilan Islam di DPR-GR agar
                                                  terdapat perwakilan yang berimbang, NU melalui Sidang Dewan Partai
                                                  pada akhir 1960 akhirnya menerima DPR-GR.
                                                                                           90
                                                       Selain berbeda pandangan dengan NU, Masyumi juga harus
                                                  menghadapi kenyataan bahwa di kalangan anggotanya ternyata
                                                  terjadi perbedaan pandangan. Soliditas Masyumi diuji ketika
                                                  Soekarno akhirnya menyertakan nama Soekiman Wirjosendjojo dan
                    Selain berbeda                Jusuf Wibisono sebagai anggota DPR-GR. Kedekatan sikap politik
                         pandangan                Soekiman–Jusuf membuat mereka berhadapan dengan kelompok

                        dengan NU,                Natsir–Syafruddin–Prawoto. Soekiman dan Jusuf adalah tokoh-tokoh
                                                  yang sangat anti-PKI seperti tokoh-tokoh Masyumi lainnya. Akan
                            Masyumi
                                                  tetapi, keduanya tidak selalu anti-Soekarno, sebagaimana kelompok
                          juga harus              Natsir sesudah tahun 1951.
                                                                          91
                       menghadapi                      Menanggapi pengangkatan ini, Sukiman yang diangkat

                 kenyataan bahwa                  melalui jalur cendekiawan, ternyata menolak. Dengan bahasa yang
                                                  menunjukkan integritas pribadinya, ia mengatakan:
                         di kalangan

                        anggotanya                                 “…ada pertimbangan lain, yang turut
                    ternyata terjadi                         mendorong saya untuk tidak menerima

                          perbedaan                          pengangkatan saya. Misalnya saja saya tidak
                                                             mengerti mengapa saya DIKECUALIKAN daripada
                        pandangan.
                                                             tindakan Presiden untuk meng-EKSITKAN Masyumi
                                                             dalam usahanya meretool DPR pilihan Rakyat,
                                                             menjadi DPRGR ! Saya ditetapkan di luar tahu dan
                                                             persetujuan saya sebagai anggota mewakili golongan


                                                  89   Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik di Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965).
                                                    Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988, hlm. 57
                                                  90  Harian Rakyat, 17 Mei 1960
                                                  91  Maarif,, Op. Cit, 1988, hlm. 68




                                     dpr.go.id   62
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73