Page 64 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 64
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
“dapat menerima dan memberi”. Sebaliknya, pemerintah dalam
berbagai pembicaraan mengenai Anggaran Belanja Negara 1960 justru
bersikap tidak ingin menunjukkan good will-nya, yaitu dengan cara
tidak bersedia mengubah pendirian untuk mengurangi atau mengubah
Anggaran Belanja Negara 1960.
Jadi, menurut Sartono, pangkal persengketaan antara DPR dan
pemerintah sesungguhnya hanya terletak pada perselisihan paham
mengenai penilaian penerimaan dan pengeluaran negara, dan sama
sekali tidak bersangkut paut dengan penilaian terhadap Manifesto
Politik, Demokrasi Terpimpin, atau jiwa UUD 1945. Oleh karena itu,
tidak adil bila semua anggota DPR dikualifikasi “membahayakan
persatuan dan keselamatan negara” seperti dinyatakan dalam
konsiderans Pen-Pres nomor 3 tahun 1960.
82
Selesai rapat yang ditutup dengan menyanyikan lagu “Indonesia
Raya”, Ketua DPR mengadakan konferensi pers yang dihadiri wartawan
dalam dan luar negeri. Pada pokoknya apa yang diuraikan Sartono
sama dengan yang diucapkannya dalam rapat tertutup DPR. Akan
Jadi, menurut tetapi hasil, konferensi pers tersebut tidak dapat disiarkan dalam surat
Sartono, pangkal kabar karena adanya larangan dari Kodam Jaya untuk menyiarkan
persengketaan komentar mengenai Pen-Pres nomor 3 tahun 1960. Sampai pada hal
antara DPR dan ini, otoritarianisme Soekarno telah terlihat jelas. Lebih dari aspek legal-
pemerintah konstitusional yang bila didasarkan UUD 1945 memang menempatkan
kekuasaan eksekutif lebih menonjol (executive heavy), apa yang
sesungguhnya dilakukan Soekarno sebagai presiden bahkan telah melampaui apa
hanya terletak yang menjadi kewenangan presiden sebagaimana yang telah diatur
pada perselisihan dalam konstitusi yang berlaku dan diberlakukan kembali oleh dirinya.
paham mengenai
penilaian 2.4 Liga Demokrasi dan Politisi yang
penerimaan dan Terbelah
pengeluaran Dibubarkannya DPR hasil pemilu pertama yang dilanjutkan
negara, dengan pembentukan DPR-GR, tak pelak menimbulkan reaksi, baik
dari perseorangan maupun partai-partai politik. Hanya berselang tiga
minggu setelah DPR dibubarkan, pada tanggal 24 Maret 1960 dibentuk
Liga Demokrasi yang disponsori oleh lima belas tokoh lintas partai dan
organisasi : I.J. Kasimo (Partai Katholik), Faqih Usman, Anwar Haryono,
Mohammad Roem (Masyumi), A.M. Tambunan, J.R. Koot (Parkindo),
82 Hardiman, Op. Cit., hlm. 239. Lihat juga, Subagijo IN, Op. Cit., hlm. 237-238
dpr.go.id 58