Page 15 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 15
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan stabilitas nasional,
MPRS menugaskan kepada pengemban Supersemar untuk membentuk
kabinet baru. Sesuai dengan ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966,
pada 25 Juli 1966, Jenderal Soeharto membentuk Kabinet Ampera.
Tugas pokok Kabinet Ampera adalah menstabilan kondisi politik
dan ekonomi (Dwi Dharma). Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden
Soekarno, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet
yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Program yang dicanangkan
Kabinet Ampera disebut Catur Karya Kabinet Ampera:
a. Memperbaiki perikehidupan rakyat terutama sandang dan
pangan;
b. Melaksanakan pemilu selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968;
c. Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif; dan
d. Melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme.
Sebelumnya, pada Sidang Umum MPRS IV itu Presiden Sukarno
menyampaikan pidato penjelasan tentang Peristiwa G30S/PKI pada
22 Juni 1966 yang diberi judul “Nawaksara“, yang berisi sembilan pokok
penjelasan tentang peristiwa G30S/PKI. Namun, pidato ini ditolak oleh
peserta sidang karena tidak memuat secara jelas kebijakan Presiden/
Mandataris MPRS mengenai peristiwa tersebut. Oleh karenanya, MPRS
meminta kepada Presiden untuk melengkapi “Nawaksara“. Pada 10
Januari 1967 Presiden Sukarno menyampaikan Pelengkap Nawaksara,
...atas prakarsa tetapi kembali Pelengkap Nawaksara juga tidak diterima oleh MPRS.
Presiden Sukarno Penolakan yang kedua atas penjelasan presiden ini menunjukkan bahwa
pada 22 Februari Mandataris MPRS sudah tidak mendapat kepercayaan dari MPRS.
1967 bertempat Akibatnya, atas prakarsa Presiden Sukarno pada 22 Februari
di Istana Negara 1967 bertempat di Istana Negara berlangsung penyerahan kekuasaan
berlangsung pemerintahan dari dirinya kepada pengemban Tap MPRS No. IX/
penyerahan MPRS/1966, Letjen Soeharto. Penyerahan kekuasaan pemerintahan ini
kekuasaan merupakan langkah penting dalam usaha mengatasi situasi konflik yang
pemerintahan dari sedang memuncak. Penyerahan kekuasaan pemerintahan ini secara
dirinya kepada konstitusional didasarkan pada Tap MPRS No. XV/MPRS/1966 yang
pengemban Tap menyatakan, “Bahwa apabila Presiden berhalangan, maka pemegang
Surat Perintah 11 Maret memegang jabatan Presiden.“ Letjen Suharto
MPRS No. IX/ sendiri pada penjelasannya tanggal 4 Maret 1967 menyatakan, bahwa
MPRS/1966, Letjen penyerahan kekuasaan tersebut hanya merupakan salah satu usaha
Soeharto. dalam rangka penyelesaian konstitusional untuk mengatasi situasi
konflik demi keselamatan rakyat, negara dan bangsa, dan pemerintah
dpr.go.id 6
Bab I.indd 6 11/21/19 17:50