Page 16 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 16
P E N D A H U LU A N
berpendirian bahwa tetap perlu penyelesaian konstitusional lewat
sidang MPRS.
Dengan memperhatikan perkembangan hal-hal tersebut di
atas, maka pada 7-12 Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa.
Sidang Istimewa MPRS ini antara lain menghasilkan Tap MPRS No.
XXXIII/MPRS/1967 tentang Mencabut Kekuasaan Pemerintahan
Negara dari Presiden Sukarno dan mengangkat Pengemban Tap No.
Untuk menjalankan IX/MPRS/1966, Soeharto, yang telah menerima kenaikan pangkat
roda pemerintahan, sebagai jenderal bintang empat pada 1 Juli 1966, sebagai Pejabat
Presiden Soeharto Presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan
sendiri kemudian umum berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 tanggal 22 Februari
membentuk 1967. Pada 27 Maret 1968, Soeharto benar-benar naik ke tampuk
Kabinet kekuasaan setelah mendapatkan dukungan cukup solid dari anggota
Pembangunan I MPRS dengan Tap MPRS No XVIV/MPRS/1968. Momentum pelantikan
pada 6 Juni 1968. Soeharto diawali dengan Sidang Umum V MPRS, yang digelar mulai
tanggal 21 Maret 1968. Puncak dari pelaksanaan sidang umum yang
berlangsung selama tujuh hari itu adalah dilantiknya Soeharto oleh
MPRS sebagai presiden kedua Republik Indonesia. Untuk menjalankan
6
roda pemerintahan, Presiden Soeharto sendiri kemudian membentuk
Kabinet Pembangunan I pada 6 Juni 1968. Kabinet yang terdiri atas 24
orang menteri itu berakhir masa tugasnya pada 28 Maret 1973 setelah
dilaksanakan pemilu pertama pada masa Orde Baru tahun 1971.
1.2. Pemerintahan Orde Baru
Pengukuhan Soeharto menjadi presiden penuh oleh MPRS
pada bulan Maret 1968 tersebut menandai berakhirnya dualisme
kepemimpinan di negeri ini dan masa Orde Lama serta dimulainya
kekuasaan Orde Baru secara lebih efektif. Kelahiran pemerintahan
Orde Baru sendiri dilandasi tekad dan komitmen untuk melakukan
koreksi total atas kekurangan sistem politik yang telah dijalankan
sebelumnya di masa pemerintahan Sukarno, atau disebut Orde Lama,
dengan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Soeharto dalam
salah satu pidatonya:
“Koreksi secara mendasar terhadap
kekeliruan masa lampau itulah yang melahirkan
6 Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI (Jakarta: Depdikbud dan PN, Balai Pustaka, 1984), hlm. 415.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 7
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab I.indd 7 11/21/19 17:50