Page 458 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 458
DPR RI 1987 - 1992: ER A PENGU ATAN TATANAN
EK ONOMI D AN SO SIAL B ANGS A INDONE SIA
niaga dan usaha pelayaran nasional yang selama ini belum pernah
ditetapkan dengan Undang-Undang. 280
Salah satu ganjalan besar dalam pembahasan RUU Pelayaran
adalah menyangkut Pokok-Pokok Pikiran tentang Sisten Transportasi
Nasional (Sistranas). Dalam rapat pembahasan RUU ini, Fraksi
Karya Pembangunan yang diwakili oleh Drs. HM. Lalu PatreWijaya
menginginkan agar Sistranas dijadikan lampiran dalam keempat RUU
Perhubungan, namun usul tersebut ditolak oleh Pemerintah dan Fraksi
lainnya. Namun akhirnya setelah melalui lobi-lobi yang intensif, Fraksi
Karya Pembangunan akhirnya menerima penjelasan bahwa Sistranas
Salah satu sudah luluh dan menjadi benang merah yang menjelujuri ketiga RUU
kelemahan Perhubungan yang sudah siap. Penundaan juga disebabkan oleh
pelayaran antara alotnya pembahasan dalam parlemen. Menurut Sundoro Syamsuri,
lain dari segi perwakilan Panja, beberapa permasalahan, antara lain pasal sabotage
tekanan neraca atau asas perlindungan terhadap armada pelayaran nasional, masalah
berjalan dalam Kesyahbandaran dan Administrator Pelabuhan, serta peraturan
neraca pembayaran berlayar di ZEE. 281
luar negeri karena RUU Pelayaran menjadi hasil karya kelima atau terakhir setelah
neraca jasa-jasa pokok-pokok pikiran Sistem Transportasi Nasional (SISTRANNAS),
selalu difisit. RUU tentang Perkeretaapian, RUU tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta RUU tentang Penerbangan. Dibandingkan
dengan seluruh RUU yang lain, RUU ini memiliki draft paling tebal
berisi 12 Bab dengan pasal hampir 100 pasal (tepatnya 98 pasal)
dengan penyebutan 30 kali perlunya Peraturan Pemerintah (PP).
Pemberlakukan RUU ini akan menyebabkan pencabutan paling banyak
Peraturan Perundangundangan, yaitu 7 Ordonansi warisan Kolonial
berusia 56 sampai dengan 65 tahun dengan 90 Peraturan-peraturan·
Pelaksanaannya. Menurut Bidang Hukum Kajian Maritim “Pusat Kajian
Hukum” Universitas Indonesia, hal ini juga meliputi edaran, dan surat-
surat yang sangat teknis ada sekitar ± 4000 macam. 282
Dibandingkan dengan RUU lainnya, perumusan dan pengesahan
RUU Pelayaran jauh lebih lambat daripada jadwal yang ditetapkan.
Menurut perkiraan berbagai pihak, baik di lingkungan Panja/ DPR
maupun pihak luar termasuk para pakar dan masyarakat pelayaran,
RUU ini adalah paling rumit, memiliki cakupan paling luas, dan
paling banyak jumlah permasalahannya yang harus dipecahkan dan
280 M. Husseyn Umar, Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indonesia, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2001, hlm. 17-18
281 “RUU Pelayaran Alot, karena Terbentur Beda Pendapat”, Kompas, 12 Maret 1992, hlm 2
282 “UU Pelayaran Akan Cabut Ribuan Ordonansi, Peraturan dan Edaran”, Kompas, 28 Januari 1992,
hlm 2
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 457
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab VI CETAK.indd 457 25/11/2019 01:40:09