Page 461 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 461
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Hal tersebut diikuti dengan pembacaan penyampaian jawaban pemerintah
pada 2 Desember 1991. Setelah mendapat masukan dari fraksi-fraksi,
diadakan Pembicaraan Tingkat III antara Panitia Khusus dengan Menteri
Penerangan pada 10 Desember 1991 hingga 7 Maret 1992. Setelah dilakukan
penyempurnaan, diadakan Pembicaraan Tingkat IV pada 9 Maret 1992
dipimpin Wakil Ketua DPR, Saiful Sulun yang mengesahkan RUU Perfilman
menjadi UU No. 8 Tahun 1992. 285
Menurut Ketua Pansus RUU Perfilman, Krissantono, ada
beberapa pasal dalam RUU Perfilman yang perlu dijabarkan agar lebih
jelas, yaitu Pasal 15 tentang perlindungan hukum artis dan pekerja
film dan Pasal 34 tentang peran serta masyarakat di bidang perfilman.
Terkait pasal 15, Fraksi Karya Pembangunan ingin menambahi pasal
tersebut dengan kata “jaminan sosial” yang mencakup masalah jaminan
sosial yang antara lain berupa asuransi kecelakaan kerja, kesehatan,
Menurut bagi para pekerja fim. Sedangkan terkait Pasal 34, Fraksi ABRI
budayawan menghendaki agar yang mendapat hak dan kesempatan berpartisipasi
Asrul Sani, dalam membina film nasional di Indonesia bukan hanya individu tetapi
pimpinan Dewan juga kelompok-kelompok masyarakat seperti kaum cendekiawan,
Film Nasional, ulama, wartawan dll. Sementara Fraksi Persatuan Pembangunan lebih
UU Perfilman menghendaki peningkatan daya apresiasi masyarakat dan Fraksi Karya
maupun peraturan Pembangunan lebih menekaankan pada wadah pendidikan untuk
pelaksanaannya meningkatkan mutu perfilman maka akhirnya disepakati pasal 34
hanya perangkat dipecah menjadi dua ayat. 286
pengaturan. Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi IX DPR RI
dengan Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film (Dirjen RTF)
Departemen Penerangan RI terkait pembahasan RUU Perfilman,
Komisi IX DPR RI meminta agar Surat Keputusan Bersama (SKB)
Tiga Menteri Tahun 1975 agar dapat ditinjau kembali. SKB Tiga
Menteri Tahun 1975 adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri
Penerangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri
Dalam Negeri yang berisikan peraturan di bidang perfilman.Isi dari
SKB tersebut adalah kewajiban bagi pihak biosop untuk memutar
paling sedikit dua judul film nasional setiap bulannya dan setiap
judul minimal diputar selama dua hari Tujuan SKB tersebut adalah
untuk melindungi fil nasional dan mambuatnya agar bisa menjadi
tuan rumah di negeri sendiri. Dalam rapat dengar pendapat
tersebut,dr. Bawadiman selaku anggota Komisi IX dari Fraksi Karya
285 Setjen DPR RI, DPR RI 1987-1992, Op.Cit., hlm 127-128
286 “Beberapa Pasal dalam RUU Perfilman Dijabarkan”, Kompas, 21 Februari 1992, hlm 12.
dpr.go.id 460
Bab VI CETAK.indd 460 25/11/2019 01:40:09