Page 459 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 459
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
dirumuskan dalam penyempurnaan RUU. Hal ini juga berkaitan
pula berbagai Ordonansi warisan kolonial dan Konvensi-konvensi
Internasional, termasuk Keputusan-keputusan IMO (International
Maritime Organization) yang dipertimbangkan dalam muatan
RUU ini. Dari empat moda transportasi kereta api, angkutan jalan
raya, penerbangan dan pelayaran, ditinjau dari berbagai segi maka
pelayaran yang paling banyak mengalami distorsi dan kelemahan
penataan. Pelayaran sebagai salah satu subsistem SISTRANNAS terasa
cukup berat, tetapi juga paling mendesak. Ditinjau dari kacamata
SISTRANNAS maka moda transportasi pelayaran adalah bagian mata
rantai transportasi nasional yang paling lemah.
Salah satu kelemahan pelayaran antara lain dari segi tekanan
neraca berjalan dalam neraca pembayaran luar negeri karena neraca
jasa-jasa selalu difisit. Kebocoran devisa terjadi karena jasa-jasa
“non-factor” terutama bersumber dari jasa-jasa yang berhubungan
dengan pelayaran, defisitnya terus menerus meningkat karena
...sejumlah sebagian terbesar mengalir ke kantong-kantong armada niaga asing
pengamat menilai dan pengusaha luar negeri Data-data mulai tahun pertama Pelita I
agar Peraturan sampai dengan tahun keempat Pelita V yang tercermin dalam RAPBN
Pelaksanaan UU No. 1992/1993. Menurut Fraksi Karya Pembangunan, RUU Pelayaran dan
21 Tahun 1992 tidak tiga subsektor lalu lintas dan angkutan belum terlihat adanya saling
bersifat interpretatif, keterkaitan yang mengacu pada satu pola transportasi nasional.
terutama soal Ketua Pansus RUU Pelayaran, Bomer Pasaribu, S.H., dari Fraksi
peran pemerintah Karya Pembangunan dalam rapat kerja dengan Menetri Perhubungan,
sehingga tidak Azwar Anas menyatakan bahwa moda transportasi pelayaran adalah
menciptakan rente mata rantai transportasi nasional yang paling lemah dalam sistem
birokrasi... transportasi nasional. Padahal moda pelayaran berpotensi besar
dalam menggarap jalur pelayaran di kepulauan Indonesia yang
jumlahnya tidak kurang dari 17,508 pulau. Bomer Pasaribu juga
mengkritisi situasi pelayaran nasional saat itu yang belum optimal.
Hanya 6 % dari seluruh total muatan yang diangkut oleh armada
nasional, sedangkan 94 % selebihnya diangkut diangkut oleh armada
asing. Ketimpangan tersebut telah menyebabkan deficit besar dalam
neraca transaksi berjalan karena sebagai besar mengalir ke kantung
armada asing dan pengusaha luar negeri. Defisit yang berasal dari
jasa-jasa yang berhubungan dengan pelayaran terus membengkak
sejak tahun pertama Pelita 1. Berdasarkan laporan pemerintah kepada
DPR RI pada tahun 1967, deficit tersebut mencapai 244 juta dollar AS
dan pada tahun pertama Pelita V (1989/1990) sudah mencapai 5,158
dpr.go.id 458
Bab VI CETAK.indd 458 25/11/2019 01:40:09