Page 94 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 94
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Anggota-Anggota Badan Per-musyawaratan / Perwakilan
Rakyat
• UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD.
Dalam empat dasar tersebut, perdebatan seputar undang-
undang mengenai PEMILU yang agak alot dan berproses cuku panjang.
Undang-undang ini menimbulkan perdebatan sengit di parlemen
Dalam masalah karena berhubungan dengan kepentingan berbagai elit politik terutama
PEMILU ini setiap partai dan juga ABRI ketika itu. Seperti yang telah disinggung dalam
pihak masih terpaku Konsensus Nasional diatas, undang-undang mengenai PEMILU ini juga
pada kepentingan membuat Konsensus diinginkan yang diinginkan menjadi terhambat
partainya terutama bagian dari menjalan konsensus utama. Bahkan yang terlama
masing-masing, dalam penentuan konsensus pada bidang yang lainnya. Dalam masalah
PEMILU ini setiap pihak masih terpaku pada kepentingan partainya
masing-masing, terutama mengenai masalah sistem PEMILU seperti
apa yang akan dipakai pada PEMILU yang akan diadakan pada tahun
1971.
Pada waktu itu ada beberapa kubu yang memiliki pendapat
yang berseberangan yaitu pemerintah yang diwakili oleh Soeharto
yang ketika itu telah menjadi Pejabat Presiden dengan partai-partai.
Dalam kaitan ini partai juga terbelah ada yang juga pro dengan Soeharto
namun ada juga yang kontra dengan pendapat mengenai sistem yang
diajukan oleh pemerintah ketika itu. perdebatan panjang ini terjadi di
DPR-GR, karena lewat badan inilah, undang-undang mengenai PEMILU
INI akan dirumuskan. Awalnya isu yang berkembang dalam perumusan
undang-undang ini adalah mengenai sistem Pemilu yang berlaku,
apakah itu sistem berdasarkan distrik atau sistem yang mengusung
representasi suara. ABRI yang merupakan gerbong politik dari Soeharto
lebih menginginkan adanya sistem distrik dengan pertimbangan agar
jumlah anggota parlemen nantinya tidak terlalu banyak. Namun hal
ini ditentang hais-habisan oleh para partai, terutama partai besar
seperti PNI yang lebih memilih untuk menggunakan sistem yang
representatif. Hal ini dianggap karena konsentrasi massa partai tidak
semua berada disemua wilayah melainkan terkonsentrasi dalam
sebuah wilayah, jadi dengan sistem representatif lebih menekankan
pada jumlah suara yang didapatkan oleh partai. Hal ini juga didukung
oleh partai-partai kecil yang melihat adanya peluang dalam sistem
representatif untuk mendapatkan kursi bagi para wakilnya walaupun
dpr.go.id 86
Bab II.indd 86 11/21/19 20:56