Page 120 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 120
UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA
(1950-1960)
sisi, para pemimpin massa di pihak lain. Organi-
sasi yang lemah, kurangnya keanggotaan massa,
dan kurangnya kohesi internal, dikombinasikan Posisi presiden tidak
dengan bagian yang relatif penting dimainkan
oleh perwakilan parlemen, menetapkan sebagian memiliki kekuasaan
besar partai-partai Indonesia pada periode ini yang nyata kecuali
sebagai kelompok dengan daya artikulasi yang
lemas. Tetapi pada saat yang sama pihak-pihak wewenang untuk
dan organisasi yang terkait dengan partai sudah menunjuk para
memainkan peran penting di banyak kota kecil
dan desa, berkontribusi pada proses transformasi formatur untuk
loyalitas lokal dan tradisional menjadi nasional mengatur kabinet yang
dan ideologis, serta bertindak sebagai agen mo-
bilitas sosial ke atas. dibuat.
Negara memerlukan kampanye yang pan-
jang mendahului Pemilihan Umum 1955 untuk
membangun hubungan organisasional antara
kegiatan tingkat desa dan kegiatan partai di tingkat politik nasional.
Indonesia pada awal 1950-an sering direpresentasikan dalam histori-
ografi Indonesia sebagai “tahun-tahun yang sulit”. Beragam isu yang
menjadi permasalahan besar dan mewarnai situasi Indonesia, antara
lain pemberontakan separatisme di banyak daerah, atau peningkatan
ketegangan politik antara kekuatan politik kanan dan kiri, serta jatuh
bangunnya kabinet pemerintahan.
Posisi presiden tidak memiliki kekuasaan yang nyata kecuali wewenang
untuk menunjuk para formatur untuk mengatur kabinet yang dibuat.
Proses tersebut merupakan bagian dari negosiasi politik yang sangat
kompleks. Sistem pemerintahan berbasis demokrasi parlementer pada
1950-an memberikan ciri tersendiri dalam lintasan sejarah Indonesia.
Sepanjang perjalanan sejarah Indonesia dalam upayanya untuk menu-
ju negara yang demokratis, terdapat tiga bentuk “Indonesia”. Pertama,
Indonesia sebagai negara yang baru mendapatkan kemerdekaan dan
kedaulatan. Kedua, Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang
membangun lintasan demokrasi, kebebasan pers, serta memajukan
kesejahteraan warga negara; dalam aspek ini termasuk upaya mema-
jukan pendidikan, pengadilan yang telah berdiri kuat. Dan ketiga yaitu
perebutan kekuasaan politik yang tak kunjung usai. Dalam kondisi ini,
negara menjadi arena pertarungan kepentingan politik yang memba-
tasi profesionalisme birokrasi.
dpr.go.id 113