Page 121 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 121
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Memasuki 1952, Kabinet Sukiman, kabinet kedua
yang berdiri di masa Demokrasi Parlementer,
Pada masa Kabinet jatuh setelah diterpa isu Mutual Security
Act (MSA) antara pemerintah Indonesia dan
Wilopo pula elite Amerika Serikat. Isu tersebut adalah hal yang
politik terpolarisasi paling menentukan kejatuhan kabinet tersebut.
dengan
pendahulunya,
Berbeda
kabinet
menjadi apa yang Sukiman, yang secara resmi disebut kabinet
dikenal dengan koalisi, sesungguhnya kuat dalam dukungan
parlemen.
solidarity maker
(kepemimpinan politis) Setelah Kabinet Sukiman berakhir, pemerin-
tahan dilanjutkan oleh Kabinet Wilopo. Ka-
dan administrator binet Wilopo adalah periode penting dalam
(teknokrat). sejarah politik Indonesia, serta menjadi titik
balik pemerintahan di Indonesia dalam periode
pasca-revolusi. Kabinet Wilopo adalah kabinet
terakhir bagi sistem pemerintahan Indonesia
yang menerima sistem parlementer.
Pada periode tersebut, pertikaian politik yang terjadi antara kelom-
pok Islam (Masyumi) dan partai nasionalis yang sekuler secara tidak
langsung melemahkan posisi parlemen. Pada masa Kabinet Wilopo
pula elite politik terpolarisasi menjadi apa yang dikenal dengan so-
lidarity maker (kepemimpinan politis) dan administrator (teknokrat).
Pada periode administrasi Wilopo, DPR memiliki peran yang signifi-
kan dalam berbagai peristiwa penting pada masa pemerintahan ter-
sebut. Pada tahun awal pemerintahan Kabinet Wilopo, DPR menuntut
reorganisasi Departemen Pertahanan dan pemecatan kepemimpinan
Angkatan Darat sebagai tanggapan terhadap oposisi militer terhadap
pengurangan pasukan. Ini menyebabkan Peristiwa 17 Oktober 1952 be-
rupa demonstrasi besar-besaran di Istana Kepresidenan oleh tentara
dan warga sipil yang menuntut DPR dibubarkan. Meskipun demikian,
restrukturisasi angkatan perang pada masa pemerintahan Kabinet
Wilopo juga tercatat sebagai salah satu prestasi yang paling baik pada
periode Demokrasi Parlementer.
Sehubungan dengan pemilihan umum yang direncanakan pada 1955,
Kabinet Wilopo sudah melakukan persiapan terhadap Rancangan Un-
dang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Meskipun telah diper-
kenalkan pada 1951, rancangan tersebut tidak disahkan hingga 1953,
114