Page 118 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 118

UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA
                                                                                                         (1950-1960)




                  PARLEMEN DALAM PERALIHAN DEWAN


                  PERWAKILAN RAKYAT




                  (1952-1954)



                  Sebagai  salah  satu  negara  Asia  Tenggara  yang  sedang  melakukan  proses
                  dekolonisasi pada 1950-an, Pemerintah Republik Indonesia mengadopsi gagasan

                  pemerintahan parlementer yang didasarkan pada sistem pemerintahan di Eropa.












                  SISTEM  pemerintahan  berbasis  demokrasi  multipartai  ini  dianggap
                  dapat menjadi jawaban dalam perjuangan untuk kemerdekaan nasi-
                  onal. Ini terkait dengan kekecewaan kepada sistem pemerintahan se-
                  belumnya yang monopartai dan tidak merepresentasikan keragaman
                  aspirasi masyarakat Indonesia.


                  Selama  tahun  1920-an  dan  1930-an,  di  masa  pemerintahan  Hindia
                  Belanda, kaum nasionalis telah menggagas “Indonesia Berparlemen”,
                  tetapi pada 1960-an tokoh-tokoh Indonesia, seperti Soekarno, menya-
                  takan  bahwa  pemerintah  parlementer  bergaya  Barat  telah  gagal  di
                  Indonesia. Dan apa yang dibutuhkan negara adalah sistem pemerin-
                  tahan yang “selaras dengan jiwa Indonesia,” yaitu, “demokrasi dengan
                  kepemimpinan” atau “Demokrasi Terpimpin” .


                  Akar dari kegagalan pemerintahan berbentuk parlementer dapat dite-
                  lusuri melalui perjalanan historis pemerintahan Indonesia pada 1950-
                  an. Terdapat beberapa karakteristik pemerintahan yang terlihat pada
                  masa  itu.  Pertama,  ada  dominasi  yang  kuat  dari  masyarakat  sipil  di
                  dalam pemerintahan. Kedua, pentingnya peran dari partai-partai po-
                  litik. Ketiga, terdapat persaingan yang sehat di dalam berdemokrasi.
                  Keempat, para elite politik secara luas menghormati simbol demokrasi.
                  Kelima, minimnya pelanggaran kebebasan sipil. Dan keenam, sejalan
                  dengan poin kelima, yaitu minimnya pemaksaan dalam politik.






                    dpr.go.id                                                                               111
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123