Page 146 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 146
UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA
(1950-1960)
DEKRIT PRESIDEN 1959
Presiden Soekarno kemudian mengangkat DPR Gotong-Royong (DPR-GR) yang
para anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden. Peristiwa itu sekaligus
menandai berakhirnya periode Demokrasi Parlementer.
SEJAK diperkenalkan Soekarno pada 1956, gagasan Demokrasi
Terpimpin perlahan terus bergulir. Soekarno mulai terang-terangan
mengemukakan pemikirannya tentang Demokrasi Terpimpin melalui
pidato pada Hari Sumpah Pemuda 1956 dan dalam Resepsi Kongres
PGRI 1956. Pidatonya menekankan bahwa Indonesia sedang menga-
lami krisis persatuan akibat penyakit yang ia sebut berasal dari partai.
Perjalanan untuk menegakkan gagasan Demokrasi Terpimpin sebe-
narnya telah ditempuh sejak masa Kabinet Karya pimpinan Djuanda.
Kabinet Karya dibentuk akibat munculnya Konsepsi Presiden pada
21 Februari 1957. Selain melahirkan Kabinet Karya, Konsepsi Presi-
den pun memunculkan Dewan Nasional, yang diresmikan Presiden
Soekarno pada 12 Juli 1957. Tujuan dari pembentukan Dewan Nasional
adalah sebagai badan penasihat serta menampung masukan-masuk-
an dari luar parlemen.
Dalam perjalanannya, Dewan Nasional yang dipimpin langsung oleh
Soekarno bergerak cepat untuk mengganti sistem Demokrasi Parle-
menter yang dipraktikkan di bawah UUDS 1950 dengan sistem baru.
Menurutnya, sistem Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan kepri-
badian Indonesia. Soekarno juga melihat bahwa melalui sistem baru,
oposisi di DPR sudah tidak dapat lagi menggulingkan Pemerintah.
Karena itu, sistem Demokrasi Parlementer ini harus diganti dengan sis-
tem Demokrasi Terpimpin, demokrasi gotong-royong, yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Cara-cara pe-
laksanaannya mula-mula dibahas dalam Dewan Nasional dan hasilnya
melalui Presiden disampaikan kepada pemerintah. Adapun pelaksana-
an Demokrasi Terpimpin ini ialah dengan kembali kepada UUD 1945
dpr.go.id 139