Page 172 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 172
WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA
(1959-1966)
masa itu. Hal ini terus berlanjut sampai periode 1964
dan periode 1966, yang selain dikenal “golongan” juga
dikenal istilah “kelompok”. Istilah fraksi baru digunakan
kembali pada periode tahun 1967 hingga masa seka-
rang, sebagaimana selalu digunakan dalam Peraturan
Tata Tertib DPR.
Peraturan Tata Tertib DPR setelah Dekrit Presiden 1959
mengatur fraksi-fraksi ini secara khusus dalam Pasal
151 hingga 154. Disebutkan di tata tertib tersebut bahwa
anggota-anggota DPR yang separtai/segolongan atau
bersamaan tujuan asas politiknya dapat menggabung-
kan diri dalam suatu fraksi di DPR (Pasal 151 ayat 2).
Tanggal 1 Oktober 1959, DPR akhirnya mulai meng-
adakan sidang pleno pertama sejak DPR menyetu-
jui bekerja terus dalam kerangka UUD 1945 setelah
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Setelah dibicarakan oleh
fraksi-fraksi dan disempurnakan, Peraturan Tata Tertib
DPR pun disahkan pada 9 Oktober 1959.
Akan tetapi, ketentuan-ketentuan dalam peraturan
tata tertib ini kemudian tidak sepenuhnya bisa dite-
rapkan. Karena usia DPR setelah Dekrit Presiden 5 Juli
1959 yang singkat dan kuasa Presiden Soekarno yang
dominan, tidak sampai satu tahun kemudian bebera-
pa aturan yang dibuat menjadi hilang dalam tata tertib
baru DPR yang kembali disahkan. Salah satunya ada-
lah peraturan mengenai tata cara pemilihan pimpinan
DPR. Aturan mengenai hal ini tidak lagi dicantumkan
dalam Peraturan Tata Tertib DPR-GR. Akan tetapi pe-
luang intervensi Presiden dalam pemilihan pimpinan
DPR justru dibuka.
Dibandingkan dengan Peraturan Tata Tertib DPR di era
Demokrasi Parlementer, proses pemilihan Ketua DPR
pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pada da-
sarnya memiliki proses yang ketentuan pemilihannya
tidak jauh berbeda, meskipun sistem demokrasi yang
diterapkan tidak lagi parlementer. Perbedaan yang ada Koordinasi Bidang Kerja Komisi
hanya terletak pada detail cara pemilihan saat calon berjumlah dua DPR-GR.
orang.
dpr.go.id 165