Page 174 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 174
WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA
(1959-1966)
menetapkan hari dan waktu bila permintaan keterangan tersebut dipu-
tuskan untuk ditindaklanjuti.
Dalam rapat pleno yang telah ditetapkan, para pengusul menjelaskan
kembali tentang persoalan yang akan dimintakan keterangan. Presiden
lalu memberikan keterangan. Dari keterangan yang diberikan Presiden,
para pengusul dan anggota lain diberi kesempatan untuk memberikan
pandangan. Setelah itu, Presiden diberi kesempatan kembali untuk
memberikan keterangan. Pembicaraan setelah itu ditutup. Terhadap ja-
waban Presiden, pengusul atau minimal 10 orang anggota dapat meng-
ajukan usul pernyataan pendapat. Prosedurnya mengikuti cara-cara
yang sama dengan usulan permintaan keterangan di atas. DPR lalu da-
pat menyatakan pendapatnya terhadap jawaban Presiden.
Sampai di sini, wewenang DPR dalam peraturan Tata Tertib DPR se-
telah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara yuridis tertulis memang masih
memperlihatkan independensi DPR dari intervensi Presiden. Sayang-
nya, dalam realitas justru sikap otoritarian Presiden Soekarno yang me-
ngemuka.
Di tengah suasana baru DPR kembali bekerja, pada 31 Desember 1959
pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959
tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian. Alasan pene-
tapan presiden ini adalah agar ada pengaturan bagi perkembangan ke-
partaian sebagai alat demokrasi dalam suasana demokrasi terpimpin.
Pemerintah rupanya memandang bahwa keadaan politik telah begitu
tidak stabil sehingga perlu mencabut Maklumat Pemerintah 3 Novem-
ber 1945 mengenai anjuran pemerintah tentang pembentukan partai
politik.
Dalam Penpres Nomor 7 Tahun 1959 disebutkan bahwa untuk dapat
diakui sebagai partai, dalam anggaran dasar partai harus dicantumkan
secara tegas bahwa partai menerima dan mempertahankan UUD 1945
serta mendasarkan program kerjanya pada Manifesto Politik Presiden
17 Agustus 1959. Selain itu, dimuat pula ketentuan bahwa Presiden, se-
sudah mendengar Mahkamah Agung, dapat melarang dan/atau mem-
bubarkan partai yang bertentangan dengan asas dan tujuan negara.
Penetapan Presiden ini bagaimanapun dapat berakibat pada dibubar-
kannya partai politik, yang dapat mempengaruhi pula komposisi par-
tai-partai politik di DPR. Kelak, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
akan menjadi korban pertamanya.
dpr.go.id 167