Page 41 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 41
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Ketika Yahya berpidato di depan sidang Volksraad pada 16 Juni 1927, ia
melakukan sesuatu yang tak lazim. Ia berpidato menggunakan bahasa
Melayu (Indonesia). Selain Agus Salim, Yahya adalah orang kedua yang
menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) dalam pidato pertamanya.
Ia juga mengimbau para anggota Volksraad yang hadir untuk menyela
pembicaraannya jika ada suatu ketidakpantasan, namun perlu dilaku-
kan dalam bahasa Melayu.
Salah satu anggota Volksraad dari kalangan bumiputra adalah
Teuku Nyak Arif (1899-1946) dari Aceh, yang diangkat menjadi anggo-
ta pada 1927. Setelah menyelesaikan Sekolah
Raja jurusan pamong praja pada 1908 di Bukit-
tinggi, ia juga aktif dalam kegiatan politik de-
ngan menjadi anggota Nationale Indische Par-
Penangkapan tij (NIP) pada 1918, yang sebelumnya bernama
terhadap para tokoh Insulinde.
yang dianggap Beberapa bulan sebelum Kongres Pemuda di-
membahayakan laksanakan pada Oktober 1928, dalam sidang
Volksraad 18 Juni 1928, Nyak Arif menyampai-
pemerintah mewarnai kan pidato dalam bahasa Belanda yang berisi-
tahun-tahun akhir kan konsep “Indonesia”. Pada saat itu, konsep
“Indonesia” masih berupa cita-cita dan meru-
dekade 1920. pakan hal yang sensitif bagi pemerintah kolo-
nial. Dalam pidatonya, Nyak Arif menyatakan
bahwa jika mereka membicarakan keadaan
politik di dalam negeri ini, tidak dapat dimung-
kiri itu akan menyinggung kata “Indonesia”. Ke-
lak Nyak Arif bersama M.H. Thamrin membentuk Fraksi Nasional di
dalam Volksraad.
Dalam periode 1930-an, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda semakin
memperketat pengawasannya terhadap partai-partai yang bersikap
radikal. Penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap membaha-
yakan pemerintah mewarnai tahun-tahun akhir dekade 1920. Namun
cita-cita persatuan nasional semakin kuat. Berbagai isu di dalam dan
di luar Volksraad yang memancing timbulnya perdebatan di dalam si-
dang-sidang yang mewarnai catatan sejarah Volksraad dalam kebijak-
an reaksioner pemerintah kolonial.
34