Page 84 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 84

DARI VOLKSRAAD
                                                                                      KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT (1917-1949)





                  secara  utuh  dengan  suatu  skema  baru  mengenai  kerja  sama  antara
                  Indonesia dan Belanda. Tidak lama setelah penandatanganan Perjanji-
                  an Renville, Belanda segera membentuk negara-negara boneka di be-
                  kas wilayah jajahannya pada 1948. Dimulai dari Negara Madura pada
                  23 Januari, Negara Sumatera Timur pada 24 Maret, Negara Pasundan
                  pada 26 April, serta Negara Jawa Timur pada 26 November, yang sebe-
                  lumnya merupakan bagian dari RI dalam Perjanjian Linggarjati.


                  Seperti  halnya  negara  bentukan  Belanda  di  luar  wilayah  Republik
                  Indonesia, Belanda juga menawarkan suatu pemerintahan yang demo-
                  kratis dan makmur kepada seluruh rakyat RI.


                  Tawaran Belanda ini juga berarti ajakan untuk membuat suatu Dewan
                  Perwakilan yang anggotanya berasal dari semua unsur masyarakat, se-
                  perti halnya yang ada di Negara Indonesia Timur.


                  Bagi Belanda, apabila Soekarno-Hatta dapat menjanjikan demokrasi,
                  Belanda  pun  dapat  memberikan  sistem  demokrasi  yang  lebih  layak
                  bagi Indonesia. Ratu Belanda, Wilhelmina, dalam pidatonya melalui si-
                  aran radio pada tanggal 3 Februari 1948, menyampaikan pokok-pokok
                  ajakannya kepada rakyat Indonesia.


                  Ia optimistis mengenai suatu kerja sama antara rakyat Indonesia dan
                  rakyat Belanda untuk membentuk pemerintahan yang demokratis da-
                  lam bentuk negara federal. Ia juga menekankan jalan yang dapat di-
                  tempuh Indonesia untuk mencapai “kebebasan” (atau kemerdekaan),
                  yaitu melalui suatu hubungan kerja sama dengan Belanda. Setelah itu,
                  berdasarkan pidato Ratu Wilhelmina, Negara Indonesia Serikat akan
                  diusulkan oleh Belanda kepada PBB untuk bisa merdeka sepenuhnya.
                  Tentunya, hal ini berbeda dengan cita-cita para nasionalis Republik.


                  Sidang BP KNIP pada periode pasca-Perjanjian Renville diisi dengan
                  melanjutkan agenda kegiatannya seperti biasa, tanpa adanya catatan
                  respons terhadap pidato penguasa tertinggi Kerajaan Belanda itu. Pada
                  periode ini, BP KNIP sudah turut “hijrah” ke ibu kota RI di Yogyakarta,
                  sehingga memudahkan koordinasi dan rapat-rapat yang semakin in-
                  tens setelah Perjanjian Renville.


                  Pada Masa pemerintahan Kabinet Hatta, hubungan BP KNIP dengan
                  pemerintah berlangsung cukup intensif. PM Hatta secara khusus me-
                  nekankan  kepada  para  menteri  di  jajaran  kabinetnya  untuk  sering
                  mengadakan  rapat  dengan  BP  KNIP.  Hal  ini  dapat  dijelaskan  dari





                    dpr.go.id                                                                               77
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89