Page 100 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 100
92 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
pemukiman. Melalui pembangunan rumah susun, sebidang tanah dapat digunakan secara
optimal untuk menjadi tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sebanyak mungkin
orang. Optimalisasi penggunaan tanah secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih
efektif daripada optimalisasi tanah secara horizontal.
Ketentuan mengenai rumah susun pertama kali diatur dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1985 tentang rumah susun, tetapi dalam perkembangannya Undang-Undang
tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
setiap orang dalam untuk memiliki rumah susun. Untuk itu pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun. Tujuan dikeluarkannya
undang-undang baru ini adalah untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni
dan terjangkau, mengarahkan pembangunan kawasan perkotaan dengan mengurangi
perumahan dan pemukiman kumuh, serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan,
kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Salah satu ketentuan baru yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
adalah mengenai pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Dalam pasal
43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dinyatakan bahwa proses jual beli satuan rumah
susun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris. PPJB dapat dilakukan apabila
memenuhi persyaratan status kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana,
sarana dan utilitas umum, keterbangunan paling sediit 20% (dua puluh persen). Namun
dalam kenyataannya ketentuan mengenai keterbangunan 20% mendapat penolakan dari
pengembang, karena dengan ketentuan tersebut maka pengembang harus memiliki modal
3
yang besar, sehingga menyulitkan bagi pengembang dengan modal yang kecil. Tidak ada
ketentuan lebih jelas mengenai keterbangunan 20% tersebut, selain Penjelasan Pasal 43 UU
No 20 Tahun 2011 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan keterbangunan paling sedikit
20% adalah 20% dari volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan.
Dari uraian di atas, penulis membahas Problematika Tahap Awal Pelaksanaan Jual Beli
Satuan Rumah Susun Pasca Berlakunya UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
B. Rumah Susun Menurut UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
3 Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso mengatakan isi aturan UU No 20 Tahun 2011 yang mewajibkan
pengembang membangun 20% terlebih dahulu untuk dapat menandatangani PPJB menyulitkan
pengembang karena menghilangkan opportunity income pengembang dan pengembang bisa kehilangan
kepastian konsumen dari pembelian konsumen. Lihat Properti Data, “Pengembang Keluhkan Regulasi
Pembatasan Penjualan Apartemen”, www.properti.tempo.co, diunduh tanggal 22 Juni 2017.