Page 113 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 113
Trubus Rahardiansah: Konflik Laten di Bidang Kebijakan Pertanahan 105
Pada tahun 1990, terjadi over garapan seluas 231 ha antara PT. MJU kepada PT. Maligi.
Dalam dokumen Akta Jual Belinya menyatakan, PT. Maligi wajib menyelesaikan kepada
pemilik tanah atau masyarakat. Lalu PT. Maligi melaksanakan amanat dalam Akta tersebut,
sehingga sampai hari ini atas tanah PT. Maligi tidak ada sengketa apapun.
Tahun 1990, PT. MJU kembali mengoveralih lagi sisa tanah tersebut kepada PT. Sumber
Air Mas Pratama (PT. SAMP) yaitu seluas 351 ha. Dan langsung dibuat Akta Pelepasan Over
Alih Garapan dihadapan Notaris Sri Mulyani Syafe’I, SH di Bogor. Dengan bekal Akta itulah,
PT. SAMP melakukan pengukuran tanah termasuk menurunkan alat berat untuk mengek-
sekusi tanah tersebut dari masyarakat. Masyarakat pun melakukan perlawanan atas tin-
dakan yang dilakukan oleh PT. SAMP, sebab masyarakat merasa yakin bahwa mereka
belum pernah melakukan transaksi dalam bentuk apapun dengan PT. SAMP.
Adanya klaim PT. SAMP untuk menguasai tanah dan perlawanan masyarakat dalam
mempertahankan keyakinannya bahwa tanah tersebut adalah hak mereka, maka para pihak
baik PT. SAMP maupun masyarakat menempuh ke jalur hukum, sehingga keluarlah
berbagai putusan pengadilan, baik perdata, pidana, maupun Tata Usaha Negara. Semua
putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, sebab terjadi tumpang tindih antara putusan yang
satu dengan putusan yang lain. Tumpang tindih putusan tersebut karena terindikasi adanya
manipulasi dan kebohongan yang melibatkan semua pihak dalam proses pengadilan, baik
pihak yang berperkara, pengadilan, kepolisian, maupun kejaksaan.
Salah satu putusan kontroversial adalah Putusan MA No. 19 K/TUN/2003 jo No.
99/B/2002/PT.TUN.JKT jo No. 104/G/2001/PTUN-BDG, amar putusannya memerintahkan
kepada Kantor BPN Kabupaten Karawang untuk menerbitkan sertifikat Hak Guna Banguan
(HGB) kepada PT. SAMP. Tentu pihak BPN tidak bisa menjalankan amar putusan tersebut,
sebab di atas tanah itu masih ada objek tanah sengketa yang perkaranya masih
ditangani Mahkamah Agung.
Pihak BPN menyatakan, di atas tanah yang diklaim oleh PT. SAMP terdapat tanah milik
masyarakat, baik yang sudah bersertifikat maupun yang masih dalam proses pengajuan ke
BPN. Memang hampir di seluruh tanah tersebut secara faktual dikuasai oleh masyarakat.
Jadi, tidak mungkin BPN menerbitkan sertifikat HGB untuk PT. SAMP di atas tanah yang
sudah sah menjadi hak milik masyarakat, karena bertentangan dengan praturan
perundang-undangan.
Yang paling aneh adalah Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 2009 dengan
Putusan No. 695/K/PDT/2009. Putusan ini memberikan hak kepada PT. SAMP untuk
menguasai tanah seluas 350 ha di Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang,
namun putusan tersebut tanpa didukung dengan bukti kepemilikan apapun yang
disampaikan oleh PT. SAMP. Padahal, di atas tanah seluas 350 ha itu terdapat tanah-tanah
milik masyarakat baik yang sudah bersertifikat maupun yang masih proses pembuatan
sertifikat di BPN.