Page 125 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 125
Mira Novana Ardani: Bagi Hasil Tanah Pertanian (Bawang Merah) ... 117
C. Pengaturan Sistem Bagi Hasil Tanah Pertanian yang Terdapat di dalam Hukum
Tanah Nasional
Dasar dalam penyusunan hukum agraria di Indonesia adalah hukum adat. Hal ini dapat
kita jumpai dalam berpendapat Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, yang menyatakan
bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan-pertimbangan, perlu
adanya hukum agraria nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang
sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak
mengabaikan unsur-unsur yang berdasar pada hukum agama.
Tak terkecuali mengenai hak atas tanah yang sifatnya sementara, yang terdapat dalam
Pasal 53 UUPA. Hak usaha bagi hasil termasuk ke dalam hak yang sifatnya sementara.
Menurut isi dari Pasal 53 UUPA tersebut, hal tersebut dikatakan sementara dikarenakan
untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan UUPA, dan diusahakan hapusnya
dalam waktu yang singkat.
Bertentangan dengan UUPA, untuk hak usaha bagi hasil tanah pertanian ini jika kita
sandingkan dengan apa yang diatur oleh Pasal 7 dan Pasal 10 UUPA. Namun, sehubungan
pada waktu terbentuknya UUPA keadaan masyarakatnya masih menerapkan bagi hasil tanah
pertanian sesuai dengan hukum adat, dan belum dapat dihapuskan, maka diberikan hak yang
sifatnya sementara. Pasal 7 UUPA memberikan pengaturan bahwa pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Sedangkan Pasal 10 UUPA mengatur
setiap orang dan badan hukum yang mempunyai tanh pertanan pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.Sehingga disini ditegaskan bahwa tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan
atau diusahakan sendiri secara aktif oleh pemiliknya.
Perjanjian bagi hasil dalam hukum adat termasuk dalam salah satu transaksi yang
berkaitan dengan tanah. Transaksi yang berkaitan dengan tanah dimaksudkan semua
transaksi atau perjanjian di mana bukan tanah yang menjadi obyek perjanjian atau transaksi,
melainkan tanah sebagai sesuatu yang terlihat dalam perjanjian atau transaksi itu. Jadi
pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah memberi kesempatan kepada orang lain untuk
bekerja, menanam, memungut hasil, menikmati tanah atau sebagai benda jaminan atas
9
peminjaman uang.
Besarnya imbangan bagi hasil yang menjadi hak pemilik atau penguasa tanah dan hak
penggarap tidak ada ketentuan yang pasti dalam hukum adat. Hal ini tergantung pada
10
persetujuan kedua belah pihak berdasarkan hukum adat yang berlaku di daerah itu.
Misalnya di daerah Jawa Tengah, perjanjian bagi hasil tergantung pada kualitas tanah, macam
tanaman, yang akan dikerjakan, serta penawaran buruh tani. Jika kualitas tanah baik, maka
9 Ibid, halaman 71.
10 Sri Sudaryatmi, dkk, Beberapa Aspek Hukum Adat, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang,
2000, halaman 72.