Page 128 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 128

120    Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya


                                                13
             penggarap akan tetap digunakan.  Yang Mengenai zakat harus disisihkan dari hasil bruto
             yang mencapai nisab (untuk padi besarnya 14 kwintal), utnuk orang-orang yang memeluk
             agama Islam.
                  Menurut  lampiran  instruksi  Presiden  Nomor  13  Tahun  1980  tentang  Pedoman

             Pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, dalam Pasal 4 ayat 1
             dikatakan mengenai besarnya bagian hasil tanah sebagai berikut:
                1.  Satu bagian untuk penggarap dan satu bagian untuk pemilik bagi tanaman padi yang

                   ditanam di sawah;
                2.  Dua  pertiga  bagian  untuk  penggarap  serta  satu  pertiga  bagian  untuk  pemilik  bagi
                   tanaman palawija di sawah dan padi yang ditanam di ladang kering.
                  Hasil yang dibagi tersebut merupakan hasil bersih, yaitu hasil kotor sesudah dikurangi

             biaya-biaya  yang  harus  dipikul  bersama,  seperti  benih,  pupuk,  tenaga  ternak,  biaya
             menanam, biaya panen, dan zakat, seperti yang dijelaskan dalam ayat 2 pasal 4 nya.
                  Pasal 4 ayat 3 lampiran instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 tersebut juga mengatur
             bahwa  dalam  menerapkan  besarnya  bagian  hasil  tanah  yang  menjadi  hak  penggarap  dan

             pemilik faktor tata laksana yang dilakukan oleh pihak penggarap dinilai khusus, jika hasil
             produksi  yang  dicapai  melebihi  hasil  rata-rata  Daerah  Tingkat  II  atau  Kecamatan  yang
             bersangkutan menurut Ketetapan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah selama lima tahun

             terakhir. Hasil di atas rata-rata tersebut, seperti diatur dalam ayat 4 nya, kemudian dibagi
             80% untuk penggarap dan 20% untuk pemilik.
                  Selain  hal  mengenai  besarnya  bagi  hasil  tanah  pertanian,  ada  aturan  yang  mengatur
             mengenai  hal  yang  dilarang  melakukan  pembayaran  kepada  penggarap  ataupun  pemilik

             tanah dalam bentuk apapun, seperti diatur dalam Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 1960,
             diantaranya  membayar  sejumlah  uang  atau  memberikan  barang  sesuatu  kepada  pemilik
             tanah.  Di Jawa Tengah disebut “sromo”. Jumlah uang atau harga barang itu seringkali sangat
             tinggi. Oleh karena hal itu merupakan beban tambahan bagi penggarap, maka pemberian

                                  14
             “sromo” itu dilarang.
                  Larangan selanjutnya yaitu melakukan pembayaran oleh siapapun termasuk pemilik dan
             penggarap, kepada penggarap ataupun pemilik dalam bentuk apapun juga yang mempunyai

             unsur-unsur “ijon”. Larangan ini tentunya mempunyai tujuan untuk melindungi penggarap
             maupun  pemilik  yang  lemah.  Yang  termasuk unsur  ijon  yakni  pembayarannya  dilakukan
             lama sebelum panen, dan bunganya sangat tinggi.
                  Setelah larangan yang mendapat pengaturan oleh Hukum Tanah Nasional kita, pemilik

             tanah pun juga memiliki kewajiban yang diatur, yaitu:
                 1.  Menyerahkan tanah yang bersangkutan untuk diusahakan oleh penggarap. Hal ini
                     diatur dalam Pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.



                13 Ibid.
                14 Ibid, halaman 869.
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133