Page 129 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 129
Mira Novana Ardani: Bagi Hasil Tanah Pertanian (Bawang Merah) ... 121
2. Memenuhi segala hal yang menjadi tanggungannya sesuai dengan isi perjanjian bagi
hasil. Hasil tanah merupakan hasil usaha pertanian yang diselenggarakan oleh
penggarap setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak, serta biaya untuk
menanam dan panen. Lain-lain biaya yang berupa tenaga, baik dari penggarap sendiri
maupun tenaga buruh tidak termasuk dalam golongan biaya yang dikurangkan pada
hasil kotor. Hal ini diatur dalam Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
3. Membayar pajak tanah. Kewajiban membayar pajak tanah ini dapat dibebankan
kepada penggarap apabila penggarap adalah pemilik tanah yang sebenarnya. Hal ini
diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
Sedangkan hak yang dipunyai oleh pemilik tanah antara lain:
1. Mendapatkan sebagian dari hasil tanah yang dibagihasilkan menurut imbangan yang
telah ditentukan sebelumnya. Hal ini diatur dalam Pasal 1 huruf c Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1960.
2. Pemilik tanah berhak menuntut diputuskannya perjanjian bagi hasil sebelum
berakhirnya jangka waktu perjanjian tersebut apabila penggarap tidak memenuhi hal-
hal yang telah disetujui bersama. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1960.
Selain hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pemilik tanah, penggarap pun juga memiliki
hak dan kewajibannya. Kewajiban penggarap antara lain:
1. Menyerahkan sebagian dari hasil tanah yang menjadi hak dari pemilik. Hal ini diatur
dalam Pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
2. Mengusahakan tanah garapan sebaik-baiknya. Hal ini diatur dalam Pasal 1 huruf c
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
3. Memenuhi segala hal yang menjadi tanggungannya sesuai dengan isi perjanjian. Hal
ini diatur dalam Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
4. Penggarap wajib menyerahkan kembali tanah yang bersangkutan kepada pemilik
tanah dalam keadaan baik jika jangka waktu perjanjiannya sudah berakhir. Keadaan
baik disini bermakna tanah garapan itu harus diserahkan kembali kepada pemilik
dalam keadaan yang tidak merugikan pemilik, tergantung pada keadaan dan ukuran
setempat. Hal ini diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
5. Tidak boleh mengalihkan tanah garapan tersebut dalam bentuk apapun kepada pihak
lain tanpa seijin pemilik tanah. Hal ini karena hubungan antara pemilik dan
penggarap dalam perjanjian bagi hasil berdasarkan kepercayaan yang tidak dapat
diganti dengan orang-orang lain tanpa persetujuannya. Hal ini diatur dalam Pasal 6
ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
Sedangkan hak penggarap yaitu:
1. Penggarap berhak mengusahakan tanah yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam
Pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960.
2. Berhak menerima sebagian hasil tanah sesuai dengan imbangan pembagian hasil yang
ditetapkan bagi daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1960.