Page 244 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 244
236 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
hukum, maka perlu adanya perubahan baik dari masyarakat dan pemerintah sebagai unsur
pendaftaran tanah setidaknya dengan melihat beberapa indikator sebagai berikut:
1. Sejarah Kepemilikan Tanah
Sedikit melihat kebelakang, bahwa faktor sejarah juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perjalanan perkembangan pendaftaran tanah. Ketika saat belum
tersedianya regulasi serta sarana dan prasarana pendaftaran tanah, masih mengedepankan
hukum adat. Tidak dipungkiri bahwa keberlakuan hukum adat tidak mensyaratkan secara
wajib dilakukannya pendaftaran tanah, dan dahulu dikenal istilah petuk pajak dan yang
memilliki bukti tersebut memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas tanah. Sayang-
nya petuk pajak itu seolah menjadi suatu klaim atas kepemilikan tanah, padahal itu adalah
surat keterangan siapa yang wajib membayar pajak. Seiring perkembangan masyarakat
yang dinamis, yang mana saat ini segala regulasi serta sarana dan prasarana sudah semakin
memadai, seharusnya sudah menjadi satu pola pikir bagi masyarakat untuk mendaftarkan
tanahnya guna kepentingannya sendiri sebagai subyek hukum pemegang hak atas tanah.
Selain manfaat hukum, secara ekonomi masyarakat dapat memanfaatkan sertipikat hak
atas tanah untuk keperluan pemilikan untuk modal usaha dan sebagainya.
2. Psikologi Masyarakat
Indikator ini masih berkesinambungan dengan poin 1 yaitu sejarah, dimana psikologi
masyarakat juga menjadi penting untuk terlaksananya pendaftaran tanah yang berhasil
mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Dari sudut pandang ini dapat
dilihat masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk melakukan pendaftaran
terhadap tanahnya. Bahkan sampai saat ini masih ada saja kepemilikan tanah dengan surat
bukti berupa girik, yang mana bukti tersebut sudah tidak valid lagi dikatakan sebagai bukti
atas kepemilikan tanah. Belum dirasakannya secara hakiki bagi masyarakat ada atau
tidaknya sertipikat atas tanahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah belum
cukup berhasil untuk menwujudkan kepastian hukum atas terbitnya sertipikat.
3. Kelemahan Aturan Pendaftaran Tanah
Senyatanya asas “fictie hukum” dimana semua orang dianggap telah mengetahui peraturan
perundang-undangan hanya dapat dirasakan bagi masyarakat yang sudah ‘melek hukum’.
Peraturan pendaftaran tanah yang sudah berlaku sejak 1960, sehingga banyak realitas saat
ini yang ada belum terakomodir aturannya dan kecenderungan adanya kekosongan
hukum. Oleh karena itu, saat ini pemerintah sedang gencar melakukan pembahasan
tentang RUU Pertanahan, serta melihat arah kebijakan rezim pemerintahan saat ini juga
diarahkan pada penyempurnaan sistem publikasi pendaftaran tanah kea rah sistem
publikasi positif.
4. Pelaksana dan Pelaksanaan
Terselenggaranya pelayanan publik yang prima dalam rangka pendaftaran tanah serta
memberikan servis yang professional akan sangat berdampak pada partisipasi masyarakat