Page 240 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 240

232    Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya



             termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, serta hak milik atas rumah
             susun wajib didaftar, sehingga pemutakhiran data guna kegiatan pemeliharaan data perta-
             nahan dapat terlaksana dengan baik.


             Sistem Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah di Indonesia
                  Sebagaimana  pendapat  yang  dikemukakan  oleh  Boedi  Harsono,  bahwa  di  Indonesia
             dikenal  dua  macam  sistem  pendaftaran  tanah, yang  mana hal  ini  akan  berkaitan  dengan

             sistem publikasi pendaftaran yang berlaku. Secara umum sistem pendaftaran tanah terbagi
             atas:
             1.  Sistem Pendaftaran Akta (“registration of deeds”)
             2.  Sistem Pendaftaran Hak (“registration of tittle”)

                  Sebenarnya sistem pendaftaran tanah mempersoalkan tentang apa yang didaftar, bentuk
                                                                                           14
             penyimpanan dan penyajian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya.
                  Kedua sistem pendaftaran tanah tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Persa-
             maan keduanya adalah, setiap pemberian atau menciptakan hak baru serta pemindahan dan

             pembebanannya dengan hak lain kemudian, harus dibuktikan dengan akta, yang mana akta
             tersebut  merupakan  sumber  data  yuridis.  Perbedaannya  terletak  pada  fungsi  akta  dalam
             proses pendaftaran tanah. Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta tersebut yang didaftar

             oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun dalam sistem ini PPAT bersifat pasif, atau
             dengan kata lain, tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang
             didaftar. Implikasinya dalah setiap kali terjadi perubahan terhadap akta itu wajib dibuatkan
             akta sebagai buktinya. Sehingga data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta yang

             bersangkutan. Adanya cacat hukum pada suatu akta dapat mengakibatkan tidak sahnya per-
             buatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian.
                  Disisi  lain,  sistem  pendaftaran  hak  menampilkan  mekanisme  yang  berbeda  apabila
             dilihat  dari  fungsi  akta  dalam  pendaftaran  tanah.  Dalam  sistem  pendaftaran  hak,  setiap

             penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemu-
             dian,  juga  harus  dibuktikan  dengan  suatu  akta.  Namun,  dalam  penyelenggaraan  pendaf-
             tarannya,  yang  didaftar  bukan  aktanya,  melainkan  hak  yang  diciptakan  dan  perubahan-

             perubahannya kemudian. Dalam hal ini akta hanya berlaku sebagai sumber data. Dalam pro-
             ses pendaftaran hak disediakan daftar isian berupa buku tanah. Sebagai implikasinya, apabila
             ada perubahan terhadap haknya tidak merubah buku tanah yang lama dengan buku tanah
             yang  baru,  melainkan  hanya  melakukan  pencatatan  pada  ruang  mutasi  yang  disediakan

             dalam buku tanah. Dalam sistem ini PPAT bersifat aktif, karena sebelum dilakukan pendaf-
             taran haknya dalam buku tanah atau perubahannya, PPAT wajib melakukan pengujian kebe-
             naran data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan.



                14  Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi
             dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 76.
   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245