Page 272 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 272

264    Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya



                  Eksistensi  tanah  dalam  kehidupan  manusia  mempunyai  arti  dan  sekaligus  memiliki
             fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah meru-
             pakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan,
             sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan

             telah  tumbuh  sebagai  benda  ekonomi  yang  sangat  penting  sekaligus  sebagai  bahan
                                             3
             perniagaan dan objek spekulasi.
                  Hukum  agraria  harus  memberi  kemungkinan  akan  tercapainya  fungsi  bumi,  air  dan

             ruang angkasa dan harus sesuai pula dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi
             keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum
             agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan daripada adas kerohanian negara dan cita-
             cita bangsa yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan

             Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan daripada ketentuan dalam
             Pasal  33  ayat  (3)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  yang
             menentukan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
                                                                                          4
             oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
                  Pendaftaran  tanah  yang  bertujuan  memberikan  jaminan  kepastian  hukum  dikenal
             dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwu-
             judkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang di daftar, kepastian

             subjek hak, dan kepastian objek hak. Pendaftaran tanah ini menghasilkan sertifikat sebagai
             tanda bukti haknya. Kebalikan dari pendaftaran tanah yang rechts cadaster, adalah fiscaal
             cadaster, yaitu pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menetapkan siapa yang wajib mem-
             bayar pajak atas tanah. Pendaftaran tanah ini menghasilkan surat tanda bukti pembayaran

             pajak atas tanah, yang sekarang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terhu-
                                                          5
             tang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
                  Ketentuan mengenai Pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
             Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disebut PP 24/1997, yang mulai

             berlaku  pada  tanggal 8  Oktober  1997  sebagai  pengganti  Peraturan  Pemerintah  Nomor  10
             Tahun  1961  tentang  Pendaftaran  Tanah,  yang  sejak  tahun  1961  mengatur  pelaksanaan
             pendaftaran  tanah  sebagaimana  diperintahkan  oleh  Pasal  19  Undang-Undang  Nomor  5

                                                                                            6
             Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, yang menentukan bahwa:
                (1)  Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di
                     seluruh  wilayah  Republik  Indonesia  menurut  ketentuan-ketentuan  yang  diatur
                     dengan Peraturan Pemerintah

                (2)  Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:


                3  Achmad Rubaie, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang, hlm.
             1.
                4  Ibid.
                5  Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, hlm. 278.
                6  Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria.
   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277