Page 273 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 273
Bambang Slamet Riyadi: Program Sertifikasi Tanah dalam Rangka Kepastian Hukum ... 265
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masya-
rakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraanya,
menurut pertimbangan Menteri Agraria
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pen-
daftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agra-
ria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pemerintah melakukan kegiatan pendaftaran tanah dengan sistem yang sudah
melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran selama ini, mulai dari
permohonan seorang atau badan, diproses sampai dikeluarkan bukti haknya (sertifikat) dan
7
dipelihara data pendaftarannya dalam buku tanah.
Kewenangan Pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan dalam hal pemanfaatan
tanah didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam hal kewenangan untuk
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan,
serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, dan orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
8
angkasa.
Tujuan dari pendaftaran tanah tersebut tercantum dalam UUPA Pasal 19 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaf-
taran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA ini dimaksudkan bahwa
Pemerintah mempunyai kewajiban agar warga di seluruh Indonesia melakukan Pendaftaran
9
tanah agar mencapai kepastian hukum sehingga meminimalisir terjadinya sengketa tanah.
Munculnya deregulasi Juli 1992 yang kemudian dimantapkan dalam deregulasi Oktober
1992, yang berkaitan untuk lebih menarik minat penanaman modal di Indonesia merupakan
langkah tepat pemerintah dalam menggerakkan perekonomian sampai tingkat kabupaten/
kota. Titik utama kebijakan deregulasi Oktober 1992 ini pada dasarnya berupa penyeder-
hanaan tata cara pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) serta
adanya batas waktu penyelesaian berbeda-beda oleh masyarakat dan oleh para calon
7 Yamin Lubis dan Rahim Lubis, 2010, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 104.
8 Ibid.
9 Ibid.