Page 88 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 88
80 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
6. Tata cara yang mungkin dilaksanakan apabila tanah yang tersedia adalah Hak Pakai atau
Hak Pengelolaan adalah melalui perjanjian kerjasama pemanfaatan dengan pemegang
Hak Pakai atau Pemegang Hak Pengelolaan, dengan ketentuan sebagaimana di bawah ini:
a. Dalam rangka Kerjasama Pemanfaatan (KSP) tanah BMN atau BMD ditetapkan dalam
Pasal 62 Peraturan Menteri Keuangan RI, No. 78/PMK.06/2014 (mulai berlaku Tanggal
30 Nopember 2014), sebagai berikut:
Ayat (1)
Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dilaksanakan dalam rangka:
a) Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna BMN, dan/atau
b) Meningkatkan penerimaan Negara.
Ayat (3)
Tanah, gedung, bangunan, sarana dan fasilitas yang dibangun oleh mitra KSP merupakan
hasil KSP yang menjadi BMN sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian atau
pada saat berakhirnya perjanjian.
b. Jika dimungkinkan perjanjian kerjasama dalam bentuk BOT (Build, Operate and
Transfer) atau Bangun Guna Serah (BSG), maupun BSG (BTO) maka sesuai dengan
ketentuan pasal 105, bahwa gedung, bangunan, sarana dan fasilitas adalah hasil dari
BGS atau BSG menjadi BMN. Sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai dengan
perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian kerjasama tersebut (pasal 105 ayat (1)
dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan RI No. 78/PMK.06/2014).
Berdasarkan uraian No. 6.a dan 6.b di atas, akibatnya adalah seperti BTO (Build,
Transfer and Operate) atau BSG (Bangun Serah Guna) menjadi milik Negara, bagi
kalangan pengembang atau investor sangat tidak “business like” dan bukan “market
friendly”, sehingga tidak cocok bagi kegiatan business atau ekonomi, dimana tidak
memberi wewenang kepada investor untuk memenuhi kepentingan business-nya
melalui penguasaan tanahnya.
7. Oleh karena itu tidak tepat jika di tafsirkan bahwa status tanah pada BMN atau BMD ada-
lah Milik Negara, sehingga dapat disewakan kepada pihak lain untuk pembangunan
rumah susun. Menurut Hukum Tanah Nasional, UUPA dan peraturan pelaksanaannya,
kedudukan Negara atau Pemerintah Daerah tidak mungkin menguasai tanah secara fisik,
karena kewenangan Negara hanya memimpin dan mengatur tanah di seluruh wilayah RI
(Pasal 2 UUPA). Sedang peraturan yang menyatakan Negara sebagai pemilik tanah
(menguasai tanah secara fisik tanah milik Negara) yaitu Pernyataan Domein dalam pasal
1 Agrarisch Besluit (S.1870-118) telah dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 24 September
1960 dalam diktum “Memutuskan” (No. 2.a) UU No. 5 Tahun 1960 tentang “Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria” (UUPA). Dipihak lain Pemerintah Daerah kewenangannya
hanya mengatur persediaan peruntukan dan penggunaan tanah di Propinsi, Kabupaten
atau Kota dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Pasal 14