Page 147 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 147
dilaksanakan maka monitoring kebijakan haruslah dilakukan dengan
beriringan, hal ini untuk menentukan apakah kebijakan tersebut
efektif diterapkan. Kemudian, setelah monitoring dilakukan evaluasi
kebijakan diperlukan guna memberikan solusi/saran terbaik untuk
memperbaiki kekurangan kebijakan yang ada.
Akar masalah juga diidentifikasi menurut analisis pemangku
kepentingan (stakeholder), hal ini untuk memudahkan masalah/isu
mafia tanah apa yang menjadi penyebab atau akibat adanya mafia
tanah. Setelah alternatif kebijakan didapatkan dan analisis stakeholder
terkait diketahui, selanjutnya bersama-sama menjalankan proses
kolaborasi guna penguatan kelembagaan.
Proses kolaborasi untuk penguatan kelembagaan dalam hal ini
dibidang pertanahan dilaksanakan dengan mengetahui kondisi awal
suatu lembaga tersebut yaitu Kementerian ATR/BPN. Mulai dari visi
misi, program kerja, struktur organisasi hingga mekanisme kerjanya.
Kemudian, Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga aktor utama
memberikan ruang bagi stakeholder terkait antara lain:
- Pemerintah pusat meliputi, Kementerian ATR/BPN itu sendiri,
Kepolisian RI, dan Kejaksaan RI;
- Pemerintah daerah meliputi, Kantor Wilayah ATR/BPN yang
berkedudukan di provinsi, Kantor Pertanahan yang berkedudukan
di kabupaten/kota, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang yang
berkedudukan di kabupaten/kota, Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang yang berkedudukan di kabupaten/kota, Forum
Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Kepala Desa, dan
Perangkat Desa;
- Pihak swasta yang bergerak dibidang pertanahan;
- Masyarakat lokal, organisasi masyarakat, masyarakat adat hingga
pimpinan adat.
Dalam prosesnya kolaborasi kelembagaan melalui beberapa
tahapan seperti dialog pimpinan secara face to face, membangun
kepercayaan, menciptakan komitmen, serta membangun kesepahaman
132 Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
untuk Mewujudkan Suistainable Development Goals