Page 8 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 8
rupa agar cocok dengan keinginan pelaksanaan negara. Jenis ilmu yang
diproduksi itu memiliki ciri berorientasi pragmatis, instrumentalis,
dan kurang memiliki orientasi teoretik. Pengetahuan dianggap sejajar
1
dengan kekuasaan, dan sebaliknya kekuasaan terhadap pengetahuan.
Akibatnya, tradisi kritis tidak tumbuh apalagi kritik pengetahuan
yang dinilai sekaligus sebagai kritik kekuasaan atau minimal, kritik
kelembagaan. Dalam konteks semacam ini, parokialisme ilmu menguat
ditandai dengan semakin kokohnya batas-batas keilmuan satu dengan
yang lain. Disiplin ilmu dikonstruksi sebagai kelembagaan (birokrasi)
ilmu pengetahuan yang ketat. Akibatnya, seorang ilmuwan dibatasi
imajinasinya (oleh otoritas kuasa ilmu) untuk melihat persoalan dari
keketatan disiplin ilmunya tanpa mempertimbangkan relevansi dan
spektrum persoalan yang sesungguhnya membutuhkan cara pandang
yang luas. Akibat lebih lanjut adalah fenomena ilmu yang mengalami
pengkotak-kotakan satu sama lain: kotak ilmu (epistemologi) dan
kotak kenyataan (ontologi).
Diperlukan kesadaran kritis untuk melakukan lintas batas ilmu
bukan hanya antar-bidang di dalam kelompok apa yang selama ini
didefinisikan sebagai “ilmu sosial” dan “ilmu alam” yang dicirikan
secara dualistik-binner berupa idiosinkratik dan nomotetik, namun
adalah kesadaran pengintegrasian keduanya. Dalam konteks
pengembangan keilmuan di Indonesia, lintas batas ilmu (salah satu
bentuknya adalah ilmu multidimensi) menjadi tanda dari kemajuan
suatu universitas, yang menempatkan riset sebagai tulang punggung
terhadap persoalan yang dikaji dari berbagai sudut ilmu pengetahuan.
Dari sisi pengembangan pembelajaran, studi multidisipliner adalah
strategi tepat menyongsong Kurikulum 3.0 yang menempatkan
mahasiswa secara aktif, dosen sebagai fasilitator, dan lembaga
pendidikan menyediakan berbagai pilihan matakuliah yang diminati.
2
1 Vedi R. Hadiz dan D. Dhakidae, “Introduction” dalam Vedi R. Hadiz dan D. Dhakidae,
(ed.), Social Science and Power in Indonesia. (Jakarta: Equinox bekerjasama dengan ISEAS,
2005), hlm. 7
2 Sulistyowati Irianto, “Selamat Datang Studi Multidisipliner”, Kompas, 25 Februari 2014
vii