Page 9 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 9
Dalam konteks hubungan ilmu dengan kekuasaan di atas,
kesadaran kritis melakukan lintas-batas ilmu tumbuh selain untuk
melawan politik otoritarianisme negara, parokialisme pengetahuan ,
3
juga adalah menghadapi neoliberalisme (pengetahuan). Urgensitas
lintas batas ini satu tahapan pasca-kolonial dimana konstruksi historis
munculnya kesadaran itu pada masa tersebut adalah konsekuensi dari
dukungan negara (kolonial) terhadap pekerjaan akademis (melahirkan
ilmu yang colonial apologetic), dan secara filsafati diyakininya
“dualisme budaya” a la Cartesian yang memisahkan antara alam dan
manusia, benda dan jiwa, dunia fisik dan dunia sosial.
4
Lintas batas itu sangat relevan dalam isu agraria dan sumber
daya alam yang menempatkan hubungan manusia dengan alam
secara menyeluruh meliputi hubungan sosial dan ekonomi (produksi),
hubungan kebudayaan; hubungan hukum dan hak-hak yang melekat
di atasnya; dan hubungan fisik secara ekologis dan lingkungan (fungsi
faal dan layanan keberlanjutan alam). Maka, mereduksi alam menjadi
soal komoditas semata-mata oleh sebuah gerakan pasar tanah hanya
akan berdampak merontokkan jejaring-hubungan kompleks tersebut,
melahirkan anomali, dan pada gilirannya gerakan tandingan sebagai
upaya mengembalikan orde. Keseluruhan hubungan inilah yang dapat
5
direfleksikan di dalam membangun semesta filsafat ilmu pengetahuan
agrarian, dan lanjut pada metodologi kajian agraria.
Secara historiografis metodologi studi agraria telah dirumuskan
oleh Gunawan Wiradi dalam buku Metodologi Studi Agraria .
6
3 Sejalan dan analog dengan birokrasi, variabel spesialisasi ilmu (parokial) semula
diasumsikan dapat membuat ilmu lebih tepat sasaran, jelas tugas dan kewenangannya, di dalam
mempelajari suatu persoalan. Namun, meminjam tuduhan Max Weber terhadap birokrasi itu,
rasionalisasi berlebihan itu pada gilirannya menjadi “kerangkeng besi ilmu”.
4 Immanuel Wallerstein, Lintas Batas Ilmu Sosial, (terj.: Oscar, Yogyakarta: LKiS, 1997),
hlm. 1-2
5 Karya klasik sejarawan ekonomi dari Wina, Karl Polanyai, The Great Transformation
(1944), jauh-jauh hari mengingatkan hal ini. Untuk terjemahannya mengenai ini utamanya
ada pada bab “Pasar dan Alam”, Karl Polanyi, Transformasi Besar, Asal-usul Politik dan Ekonomi
Zaman Sekarang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 222
6 Gunawan Wiradi, Metodologi Studi Agraria (penyunting: Moh. Shohibuddin). Bogor:
Sajogyo Institut dan IPB, 2009.
viii