Page 78 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 78

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               kebutuhan dunia atas bahan-bahan mentah agararia seperti, tembakau,
               karet, teh dan kelapa sawit. Perusahaan-perusahaan perkebunan mulai
               abad 19 hingga abad 20 mempunyai soal terhadap kesulitan pemenuhan
               tenaga kerja. Untuk itu mereka pergunakan ikatan kontrak dan sanksi
               pidana kepada buruh-buruh yang didatangkan dari luar Sumatera.
               Strategi pengerahan tenaga kerja oleh pemilik kapital itu berjalan mulus
               hingga masa pendudukan Jepang. Pasca pendudukan Jepang terjadi
               penyerobotan dan okupasi tanah perkebunan oleh bekas buruh-buruh
               kontrak Jawa dan juga orang-orang Batak Tapanuli yang bermigrasi ke
               sekitar Medan dan Deli. Mereka hingga tahun 1960an tinggal dipinggiran
               perkebunan dan bekerja lepas di tanah pertanian dan juga diperkebunan
               sebagai buruh lepas.
                   Ketika rekolonisasi Belanda tahun 1946 telah mulai terasa kembali
               kekurangan tenaga kerja di perkebunan. Ratusan ribu buruh perkebunan
               dipaksa Jepang untuk jadi romusha di Birma dan Siam dan tidak pernah
               kembali ke Sumatera. Juga, buruh perkebunan pada masa itu sudah tua
               dan tidak layak bekerja di perkebunan. Perusahaan perkebunan mem-
               butuhkan tenaga kerja baru dan muda. Sebagian mereka dapatkan dari
               Jawa, tetapi secara lambat dan bertahap, sebagian lagi perusahaan me-
               menuhinya dari pekerja lepas yang bertempat tinggal dipinggiran perke-
               bunan. Juga, ketika militer berhasil menguasai perkebunan melalui
               nasionalisasi mengalami kesulitan dengan pemasokan tenaga kerja.
               Manajemen militer perusahaan perkebunan mempekerjakan pula buruh-
               buru lepas dalam jumlah besar. Perusahaan-perusahaan perkebunan
               pada tahun 1960-an telah mengubah cultuurgebied menjadi perkebunan
               sawit. Pada 1960 hingga 1970, perkebunan Sumatera menghasilkan 76
               persen kebutuhan dunia akan minyak mentah kelapa sawit. Buruh-buruh
               kontrak tidak lagi didatangkan dari Jawa, perusahaan perkebunan telah
               mengembangkan  akumulasi fleksibel dengan mempergunakan buruh
               lepas tanpa biaya reproduksi.

                   Dari pemaparan di atas mengenai perkembangan sejarah agraria
               di Sumatra penuh pekat dengan pergulatan kepentingan antara modal
               dan tenaga kerja. Ini merupakan kekhasan sejarah perkebunan di Sumat-
               ra dari masa kolonial hingga periode 1970-an di kekuasaan orde baru.

                                                                         69
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83