Page 102 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 102
timur-laut berbatasan dengan Aceh; kemudian 100 kilometer lagi
jauhnya ke arah selatan ke bukit-bukit di balik kota Pematang
Siantar; serta lebih dari 200 kolimeter ke arah tenggara ke dataran
tinggi di sekitar Prapat, di daerah Asahan. 97
Sampai tahun 1939 sekitar 965.120 hektar lahan di Deli-
Serdang, Langkat, Asahan, dan Simalungun-Tanah Karo merupakan
daerah perkebunan. Dalam kurun waktu yang sama, perkebunan
di Sumatera Timur merupakan pengekspor minyak kelapa sawit
terbesar di dunia yang memiliki luas areal perkebunan sebesar
98
74.661 hektar. Sementara di seluruh daratan Riau, di Indragiri
dan Kuantan hingga tahun 1915 terdapat 12 onderneming
(perkebunan). Tanah-tanah di perkebunan yang ada di Riau
diberikan oleh pemerintah kolonial lewat kerajaan-kerajaan yang
menjadi perpanjangan tangannya dengan status yang disebut
sebagai erfpacht. 99
Ketika tentara Jepang mendirikan pemerintahan tanah
jajahan menggantikan pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera
pada tahun 1942, mereka membawa serta masalah ekonomi
dari negara asalnya. Kemajuan industri di Jepang memaksanya
untuk bisa menguasai sumber-sumber alam yang ada di negeri-
negeri jajahannya; terutama sumber daya minyak tanah, timah,
97 Allan Akbar, “Perkebunan Tembakau dan Kapitalisasi Ekonomi Sumatera Timur 1863-
1930,” Tamaddun, Vol. 6, No. 2, 2018, hlm. 72.
98 Novita Mandasari Hutagaol, Loc. Cit.
99 Semacam hak guna usaha atas tanah yang dijadikan lahan perkebunan. Namun, perlu
dipahami bahwa jenis hak atas tanah yang satu ini tidaklah benar-benar dapat disamakan
dengan hak guna usaha. Lihat Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lihat juga Ikin Sadikin dan Rudi Irawan,
“Dampak Pembangunan Perkebunan Karet-Rakyat Terhadap Kehidupan Petani di Riau,”
Soca, Vol. 6, No. 3, 2006, hlm. 7.
Transformasi Agraria di Senama Nenek 67