Page 103 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 103
100
karet, dan lain-lain. Sebab itu, di Sumatera pengembangan
perkebunan dilakukan–terutama perkebunan karet–dengan
cara merehabilitasi serta membongkar kebun karet yang telah
ada seluas 672.000 hektar. Beberapa perkebunan ada pula yang
ditanami jenis palawija seperti jagung, kacang, dan umbi-umbian.
Banyak tanah-tanah partikelir milik Pemerintah Hindia Belanda
yang diambil oleh Jepang Ketika menguasai Sumatera. 101
Politik agraria pada periode Jepang di Sumatera, sebagaimana
wilayah Jawa dan lainnya, tidak hanya diperuntukkan memenuhi
kebutuhan sektor industri di negeri Jepang sendiri. Namun,
eksploitasi sumber daya alam di tanah jajahan juga dipusatkan
pada penyediaan bahan makanan untuk perang. Rakyat pada
masa pemerintah jajahan Jepang bahkan harus menyerahkan
20% hasil tanaman padinya untuk bekal perang. Tidak hanya itu,
rakyat juga dituntut membantu Jepang sebagai romusha, yakni
menjadi tenaga kerja paksa tanpa upah. 102
Periode pemerintahan jajahan Jepang tidak bertahan selama
pemerintahan Hindia Belanda, lebih kurang berlangsung selama
3,5 tahun, 1942-1945. Pada tahun 1945 Jepang menyerah kepada
Sekutu, momen ini digunakan para pejuang kemerdekaan
Indonesia untuk memproklamasikan berdirinya Pemerintahan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Semenjak proklamasi
1945, Soekarno selaku presiden bersama dengan pejabat dan
intelektual Republik Indonesia mulai melakukan perubahan-
100 G Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 1: Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggarjati,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1988, hlm. 67.
101 Undri, “Sejarah Komandemen Sumatera di Provinsi Sumatera Barat (1945-1949),” Jurnal
Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 1, No. 2, 2015, hlm. 236-237.
102 Noer Fauzi Rachman, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria
Indonesia, Insist, KPA, dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 49.
68 Reforma Agraria Tanah Ulayat