Page 275 - Berangkat Dari Agraria
P. 275
252 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
yang sehat bagi pergaulan dan sinergi antar budaya komunitas
secara terbuka.
Eksklusivisme
RUU masyarakat adat mesti menghindari jebakan eksklusivisme
budaya yang bisa menghambat pemajuan peradaban kebudayaan
bangsa yang majemuk. Justru keberadaannya harus memupuk
dan menyuburkan pergaulan yang menebarkan sikap toleran atas
perbedaan adat dan budaya masing-masing. Sebuah undang-undang
yang mewadahi dan mengapresiasi kebhinekaan.
Secara antropologis, pengertian masyarakat adat erat kaitannya
dengan eksistensi suku bangsa yang kita kenal sebagai etnis, seperti:
Papua, Dayak, Ambon, Melayu, Batak, Betawi, Sunda, Bugis, Mandar,
Jawa dan sebagainya sebagai suku bangsa Indonesia.
Undang-undang masyarakat hukum adat harus menghidupkan
pergaulan nyaman lintas budaya, bukan menstimulasi etnosentrisme
budaya dari suku-suku bangsa yang rawan memicu konflik.
Undang-undang masyarakat hukum adat harus memberi tempat
bagi keragaman norma dan budaya yang berlaku pada komunitas-
komunitas masyarakat yang terikat pada tanah dan kekayaan
alamnya. Contohnya, komunitas Masyarakat Adat Tae di sekitar
Gunung Tiong Kandang, Sanggau, Kalimantan Barat yang hidupnya
terikat pada tanah dan hutan di kawasan pegunungan tertinggi di
Kalimantan.
Jadi relevan dan signifikan saat pemerintah menetapkan
komunitas Tae sebagai masyarakat adat yang berhak atas hutan
adatnya. Masyarakat Tae telah menerima SK Hutan Adat dari Menteri
LHK No. 5770 Tahun 2018, seluas 2.189 Ha yang diserahkan langsung
Presiden Jokowi di Istana Negara, 21 September 2018.
Kita mesti memastikan pemajuan masyarakat adat sejalan
dengan aspirasi dari eksistensi kultural masyarakatnya. Pihak luar
tak boleh memaksakan skenario apapun. Mari rumuskan undang-
undang masyarakat (hukum) adat dengan kesadaran penuh tentang
kebudayaan Nusantara yang beraneka. *