Page 277 - Berangkat Dari Agraria
P. 277

254  Berangkat dari Agraria:
                  Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
             adat lainnya. Identitas budaya dan wilayah adat inilah yang menjadi
             sumber hak kolektif bagi masyarakat adat.

                 Tanah adat sangat krusial bagi eksistensi masyarakat adat yang
             tergantung pada tanah adatnya. Bagi banyak komunitas di Nusantara,
             tanah itu ibarat ibu, darah dan kehormatan yang wajib dibela. Buku
             ini, mengisyaratkan pihak luar harus berbicara dengan masyarakat
             adat  melalui  konsep  dan penerapan prinsip free, prior,  informed
             concent (FPIC)  agar tidak  ada  pembangunan  tanpa  persetujuan
             bebas, diutamakan, diinformasikan dan tanpa paksaan.


             Kebijakan tanah adat
                 Diulas juga dampak amendemen UUD 1945 yang memberi jalan
             bagi pengakuan eksistensi masyarakat adat, juga Putusan MK dan
             regulasi lain terkait masyarakat adat dan wilayahnya. Kontestasi dan
             konstelasi logika hukum hasil amandemen Pasal 18B, Ayat 2 UUD,
             dan Putusan MK 35/2012 bahwa, “Hutan adat bukan hutan negara;
             hutan adat adalah  bagian dari  wilayah adat/ulayat  masyarakat
             hukum  adat; hak  masyarakat adat diakui jika  masyarakat  hukum
             adat itu telah ditetapkan dalam Perda,” jadi biang keroknya.

                 Pengakuan bersyarat  dalam  UUD  dan Putusan  MK memicu
             kontradiksi pemikiran bagi upaya pengakuan hak masyarakat adat.
             Jika menggunakan logika hukum Putusan MK 35/2012,  apakah
             dibutuhkan satu Perda untuk suatu kaum/buah gadang, suku, buek,
             atau nagari agar masing-masing pusako (tanah adat) dapat diakui
             negara? Jika ya, bisa dibayangkan betapa sibuknya masyarakat adat,
             DPRD dan Pemda untuk bisa memenuhi amanat konstitusi.
                 Jalan  berliku  perjuangan  untuk  mendapatkan  pengakuan
             eksistensi  masyarakat adat dan wilayahnya.  Pengakuan  negara
             terkait  tanah  dan hutan  adat kini kerap  terkendala kelembaman
             regulasi.  Tanah adat  yang  semangatnya diakui  UUPA  5/1960
             mestinya  diopersionalisasi  Kementerian  Agraria  dan  Tata  Ruang/
             Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun pengakuan tanah adat
             masih ibarat siput yang merayap di lorong gelap.
   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282