Page 284 - Berangkat Dari Agraria
P. 284
BAB VII 261
Geliat Kebijakan Kehutanan
Pengertian hutan menurut UU Nomor 41/1999 tentang
Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan (Pasal 1, ayat 2). Hutan menjadi bagian penting
dari eksistensi manusia, tak kecuali di Indonesia.
Dalam siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (3/2), Presiden menyerahkan sebanyak 723 SK
perhutanan sosial yang telah diterbitkan selama 2021 kepada petani
hutan seluruh Indonesia, seluas 469.667,12 ha untuk 118.368 KK di 20
provinsi. Sebanyak 12 SK Penetapan Hutan Adat dan 2 SK Indikatif
Hutan Adat telah diserahkan dengan total luas 21.288,83 ha untuk
6.170 KK.
Sedangkan Surat Keputusan TORA sebanyak 19 unit seluas
30.274 ha, untuk lima provinsi yaitu Sumatera Utara, Kepulauan
Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Presiden
menyatakan, “Setelah bapak, ibu, dan saudara-saudara menerima
SK baik Hutan Sosial maupun TORA ataupun Hutan Adat, segera
manfaatkan lahan yang ada sesegera mungkin.”
Kepastian hukum atas penguasaan tanah dan kawasan hutan
yang sudah didapatkan harus segera ditindaklanjuti dengan kegiatan
produktif. Pengembangan produksi pertanian pangan menjadi
kegiatan andalan yang perlu dijalankan di lokasi-lokasi yang sudah
mendapatkan izin pemanfaatannya melalui SK hutan sosial.
Pemanfaatan tanah
Pemanfaatan tanah menjadi kegiatan penting setelah
penguasaannya ditata. Bagi kawasan hutan yang sudah dilepaskan
oleh Kementerian LHK, maka Kementerian ATR/BPN perlu segera
melaksanakan redistribusi dan legalisasi tanah bagi warga. Penataan
produksi pertanian, seperti jagung, sorgum, kedelai dan lainnya
boleh dikembangkan dalam skala yang lebih masif.
Dalam perhutanan sosial, tanah dapat ditanami 50% pohon
berkayu dan sisanya boleh ditanami tanaman semusim seperti