Page 191 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 191
Mochammad Tauchid
dibagi menjadi beberapa “payar desa” yang dulu-dulunya
merupakan negara-negara kecil yang masing-masing merdeka
dan berdiri sendiri. Payar ini mempunyai tanah. Dasarnya
adalah dengan mengakui hak dan kekuasaan raja Bali atas
tanah, tetapi “payar” desa sebagai kesatuan berhak atas tanah
itu. Wakil-wakil raja Bali, yaitu Kepala-kepala Desa dianggap
sebagai turunan “datu-datu” atau raja-raja Sasak dulu yang
harus dihormati. Sedang punggawa-punggawa Bali sebagai
perantaranya juga harus dihormati.
Tanpa memandang luas tanahnya, desa tetap berkewaji-
ban membayar upeti kepada pemilik tanah, yaitu raja. Lalu
oleh kepala desa, upeti yang harus dibayarkan itu dibebankan
kepada kawula dalam payar.
Hak Tanah di Aceh
Dalam Sagi Mukim XXV tanah-tanah yang belum diker-
jakan biasa dinamakan “tanòh roh”. Di sagi-sagi lainnya, tanah-
tanah yang belum dimiliki oleh seseorang dinamakan atra bit
aj maj (benda kepunyaan negara, staatsdomein).
Tanah-tanah yang belum dikerjakan ada banyak macam-
macamnya:
1. rimba, tanah hutan tua, terdapat di pegunungan,
2. uteuen, belukar atau seuma’; hutan muda,
3. tamah, tanah dengan hutan sangat muda atau tanah yang
ditumbuhi semak-semak,
4. padang, padang rumput. Padang alang-alang namanya
“padang naleung lakèë. Padang rumput di tanah datar tinggi
dinamakan data,
5. tanah rawa, tanah ini bentuknya bermacam-macaam; paja,
rawa yang dalam yang tidak dapat ditanami; buëng, bagian
170