Page 199 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 199
Mochammad Tauchid
pekarangannya (perjanjian dipun-usungi, perjanjian harus
diangkut). Dalam ucapan sehari-hari biasa orang mengatakan:
”nyadé pémahan kula” (menjual tanah pekarangan saya). Pe-
merintah (Kerajaan) sewaktu-waktu dapat mengambil tanah
itu untuk kepentingan pemerintahan (kerajaan) ataupun
kepentingan Jawatan (Kawedanan). Dalam perjanjian resmi
(akte jual beli) disebutkan bahwa sewaktu-waktu tanah itu
diambil oleh Negeri atau Jawatan ataupun pembesar yang
bersangkutan, “si pemilik” harus menyerahkannya (samang-
sa-mangsa pasiten kapundut Nagari utawi kapundut
Wedana jangkok, Raden S. mesti nyaosaken). Orangnya men-
dapat ganti kerugian atas rumah dan tanam-tanamannya yang
ada dalam pekarangannya. Domeinverklaring di daerah itu
(Rijksblad 1918 no. 16.), tidak mengubah keadaan dan dasar
semacam di atas.
Tanah yang ada di dalam kota yogyakarta ada bermacam-
macam kedudukan dan fungsinya.
1. Tanah yang dipakai sendiri oleh Sultan, yaitu Keraton
dengan halamannya.
2. Tanah yang diberikan oleh Sultan (Kasultanan) kepada Pe-
merintah Hindia Belanda dulu, guna keperluan kantor-kan-
tor, rumah kediaman Residen (Gubernur), kepada maskape
kereta api (NIS), untuk benteng Stasiun, stasiun, dll.
3. Tanah yang diberikan kepada orang asing (Tionghoa atau
orang Eropa) dengan hak eigendom atau opstal (kebanyakan
opstal).
4. Tanah Golongan, yaitu tanah yang diberikan untuk keper-
luan perumahan pegawai-pegawai (abdi dalem) menurut
golongan-golongan (Jawatan). Letaknya diatur berkelom-
pok menurut golongan masing-masing.
178