Page 204 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 204
Masalah Agraria di Indonesia
Abdidalem yang diam di pekarangan jabatannya sendiri
(ambtserf, krajan) bernama cangkok dengan hak memakai
batas tanah pekarangan itu. Dia tidak membayar apa-apa untuk
mendapat pekarangannya, tetapi selanjutnya membayar pajak
kepada negeri. Hubungan antara abdi dalem dengan Wedana
(pembesarnya) dalam kampung golongannya sangat erat,
tetapi hal ini tergantung dekat jauhnya tempat kediaman.
Wedana banyak turut campur dalam urusan perseorangan
“Wedana kanca” dalam hubungan kemasyarakatan sangat erat,
tidak sebagai wedana jawatan. Soal kematian, kawedanan juga
turut campur.
Selama seorang abdi dalem masih mempunyai peka-
rangan jabatan, dia adalah cangkok. Istilah dalam akte tidak
selamanya dipegang teguh sesuai dengan pengertian umum
bunyi akte itu. Tetapi pada umumnya orang membedakan an-
tara cangkok dan indung cangkok dengan hak menumpang.
Kalau hak itu bersangkutan dengan seseorang, orang yang
mempunyai tanah adalah “patuh (lurah) cangkok” bagi orang
yang menumpang itu. Kalau tanah pekarangan tempat ia me-
numpang masih masuk dalam tanah kampung golongan, maka
pengurus yang mengatur golongan itu sebagai “kawedanan
cangkok”.
Kalau dalam suatu kampung yang segolongan itu ada
pekarangan yang menjadi kepunyaan seseorang partikelir
atau abdi dalem dari lain golongan orang yang mendiami, maka
hal itu masuk sebagai indung cangkok kawedanan. Kawe-
danan di situ berhak menarik pungutan atau kewajiban kerja
(diensten), atau uang sebagai penggantinya. Tanah pekarangan
yang sebelumnya diberikan kembali kepada abdidalem masih
didiami orang lain dinamakan tanah “gumantung kawe-
183