Page 206 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 206
Masalah Agraria di Indonesia
Pembayarannya diberi tempo (wangen) yang tertentu (terka-
dang 6 bulan). Kalau dalam waktu yang ditentukan tidak dapat
membayarnya, sebagai hukuman hilanglah haknya mendapat
bagian pekarangan itu.
Biasanya sebelum perkara itu sampai kepada pengadilan
Balemangu, sudah lebih dulu diadakan perdamaian oleh
“pengadilan kapulisan ageng” yang dulu-dulu mempunyai
hak memutuskan perkara tanah serta perkara-perkara lainnya
di atas f 50. Tetapi kemudian hak pengadilan kawedanan ini
dicabut, masuk Balemangu.
Dapat juga pegawai hanya mengganti kerugian atas tanem
tuwuh saja, dan mendirikan rumahnya sendiri di samping
rumah penumpang itu. Dia menjadi cangkok dan orang yang
numpang lebih dulu menjadi “indung tempel”. Banyak juga
kejadian bahwa abdi dalem yang berhak hanya mengganti keru-
gian atas tanem tuwuh saja dan tidak mendiami tanah peka-
rangan yang sudah diberikan tetapi dia sebagai cangkok,
orang-orang yang menumpang lebih dulu itu membayar kepa-
danya, tiap-tiap bulan dengan jumlah yang tertentu. Menurut
catatan pada bulan Mei 1920, di kampung Bumijo terdapat 24
pekarangan abdidalem, namun hanya 10 yang didiami oleh
yang berhak. Empa belas pekarangan lainnya menjadi “tanah
gumantung kawedanan”, karena belum diambil/dipergu-
nakan oleh abdi dalem yang berhak, sebab belum membayar
(dereng saged nglelang). Di kampung-kampung lainnya juga
terdapat hal semacam ini.
Kewajiban membayar kerugian tidak dikenakan atas
tanem tuwuh dan rumah, jika di atas pekarangan yang dibe-
rikan oleh penghuninya sudah ditanami dan didirikan rumah
dengan membeli secara opstal lewat persetujuan kawedanan
185