Page 210 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 210
Masalah Agraria di Indonesia
Secara resmi tanah pekarangan tidak boleh digadaikan.
Tetapi jika ada keperluan mendesak diperbolehkan dengan
jalan cara penjualan, tapi dengan perjanjian sendiri bahwa
tanah itu dapat dibeli kembali. Hal semacam ini menyebabkan
timbulnya banyak perselisihan tentang tanah.
Untuk keperluan bangunan bagi kepentingan umum,
Negeri dapat mengambil (onteigenen) tanah pekarangan.
Negeri memberi ganti rugi tanaman dan rumah, sesuai dengan
dasar yang sudah dikemukakan bahwa untuk tanah peka-
rangan (kepunyaan raja), penduduknya hanya berhak mema-
kai (mendiami). Biasanya penggantian kerugian ini dengan
taksiran yang istimewa. Penggantian kerugian utnuk pengam-
bilan tanah oleh Negeri di daerah Pakualaman yang termasuk
tanah pekarangan dalam kota, dihitung dengan perhitungan
luasnya tanah yang ditetapkan dari tiap-tiap meter persegi.
Jadi seperti mengganti harga tanah tersebut.
Perluasan kota dengan kampung-kampung yang sudah
didiami oleh orang-orang partikelir atau pembukaan tanah di
sepanjang tepi sungai yang tadinya tidak dipergunakan, kam-
pung-kampung itu dimasukkan dalam golongan Kepatihan.
Sejak itu, mereka masuk indung kawedanan dengan kewajiban
(diensten en leveringen) kepada kawedanan. Selanjutnya,
penjualan dan pemindahan hak menjadi urusan kawedanan.
Tetapi tidak selamanya tanah semacam itu harus digabungkan
dalam kawedanan. Ada kalanya berdiri sendiri dan menjadi
“pekarangan patuh nagari”, atau menjadi “kebonan”.
Selain yang tersebut di atas, ada juga Tanah Kasentanan,
yaitu tanah milik Sultan yang diberikan kepada keluarga raja
yang menjabat dalam pemerintahan atau ketentaraan. Kemu-
dian semua tanah, -kecuali yang sudah diberikan untuk tanah
189